Perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok mulai menunjukkan dampak serius pada pasokan tanah jarang di AS. Pengelola tambang tunggal di Amerika, MP Materials, menyatakan kekhawatiran akibat pembatasan ekspor mineral langka oleh Tiongkok sebagai respons terhadap tarif Donald Trump. Mineral ini sangat penting dalam produksi peralatan militer serta teknologi tinggi seperti kendaraan listrik, baterai canggih, jet tempur, dan smartphone. Kekurangan pasokan dari Tiongkok dapat mengganggu rantai pasokan global sementara kapasitas lokal AS masih terbatas.
Pada saat yang sama, harga beberapa mineral langka telah melonjak, meskipun stok global untuk saat ini masih memadai. Namun, analis memperingatkan bahwa kekurangan pasokan bisa menjadi lebih parah menjelang akhir tahun ini. Tiongkok, dengan dominasi besar atas produksi dan pemrosesan tanah jarang, tetap menjadi pemain utama yang berpotensi memengaruhi stabilitas industri dunia.
Tiongkok, sebagai pemasok utama mineral langka bagi Amerika Serikat, kini mulai menerapkan pembatasan ekspor sebagai reaksi terhadap kebijakan perdagangan Presiden Trump. Hal ini memicu kecemasan di kalangan pelaku industri AS, termasuk MP Materials, yang merasa tekanan langsung akibat keterbatasan akses ke bahan mentah. Meskipun tambang Mountain Pass di California sudah beroperasi kembali sejak 2017, produksinya belum cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan domestik.
Pembatasan ekspor Tiongkok tidak hanya mempengaruhi jumlah pasokan tetapi juga harga pasar. Misalnya, harga terbium—mineral esensial dalam pembuatan magnet permanen dan baterai—telah meningkat signifikan sejak Maret lalu. Perusahaan-perusahaan yang bergantung pada unsur tanah jarang ini diprediksi akan menghadapi tantangan baru dalam menjaga efisiensi biaya produksi. Dengan demikian, langkah Tiongkok secara tidak langsung memberi tekanan pada pemerintah AS untuk mencari solusi alternatif demi menjaga ketahanan industri nasional.
Sebagai negara dengan dominasi pasar tanah jarang, Tiongkok memegang kendali besar atas rantai pasokan mineral langka di dunia. Pada tahun lalu, produksi Tiongkok mencapai hampir 300.000 ton, jauh melampaui output AS yang hanya berkisar 45.000 ton. Kapasitas pemrosesan Tiongkok juga unggul, sehingga banyak perusahaan asing harus bergantung pada layanan pengolahan mineral dari Tiongkok. Situasi ini membuat AS berusaha membuka peluang baru untuk memperluas operasi tambang dalam negeri.
Analisis menunjukkan bahwa meskipun stok global masih memadai untuk sementara waktu, ancaman kekurangan pasokan dapat meningkat jika konflik dagang berlanjut tanpa penyelesaian. Pemerintah AS disebut tengah mempertimbangkan strategi jangka panjang, termasuk investasi dalam teknologi pemurnian mineral lokal. Di sisi lain, Tiongkok tampak memanfaatkan posisinya sebagai alat diplomasi ekonomi, menegaskan kekuatan mereka dalam persaingan geopolitik global. Kesimpulannya, kedua negara besar ini saling berlomba untuk memastikan kontrol atas sumber daya vital yang semakin langka.