Berita
Kritikan Tajam Donald Trump Terhadap Kebijakan The Fed: Apa Dampaknya?
2025-05-09
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali menyoroti kebijakan moneter Federal Reserve (The Fed) dengan nada tajam. Pernyataan ini mengundang perhatian luas karena mencerminkan konflik antara kepentingan politik dan independensi lembaga keuangan. Bagaimana perspektif ekonomi dan politik mempengaruhi keputusan Powell dalam mempertahankan suku bunga acuan?

Mengungkap Realitas di Balik Konflik Ekonomi dan Politik

Gelombang Kritik dari Mantan Presiden AS

Pernyataan keras Donald Trump terhadap Ketua Federal Reserve, Jerome Powell, menjadi sorotan utama di platform Truth Social pada bulan Mei lalu. Mantan pemimpin AS itu menilai bahwa kebijakan Powell tidak sejalan dengan kebutuhan pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam unggahan tersebut, Trump bahkan menyebut Powell sebagai individu yang "tidak memiliki arah". Kekecewaan ini muncul setelah The Fed memutuskan untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuan di rentang 5,25%-5,5%. Langkah ini dinilai bertentangan dengan harapan Trump yang mendesak penurunan suku bunga demi meningkatkan daya saing industri domestik. Dalam konteks global, Trump menyoroti langkah serupa oleh bank sentral lain seperti Bank of England dan China yang lebih proaktif dalam menyesuaikan kebijakan moneter mereka.Namun, Powell tetap teguh pada pendiriannya. Dia menegaskan bahwa The Fed perlu berhati-hati dalam mengambil keputusan akibat dampak potensial dari perang dagang yang dilancarkan selama masa pemerintahan Trump. Hal ini menciptakan situasi di mana prioritas politik bertabrakan dengan prinsip independen dalam pengambilan keputusan moneter.Dalam wawancara terkait kesepakatan perdagangan baru dengan Inggris, Trump juga melontarkan komentar pedas tentang ketidaksinkronan antara kebijakan moneter AS dengan negara-negara lain. Menurutnya, langkah Powell dinilai lambat dan tidak efektif dibandingkan rekan-rekan internasionalnya. Namun, dia juga mengakui bahwa kekuatan ekonomi AS masih kokoh meskipun ada tantangan dari dalam maupun luar negeri.

Independensi Lembaga versus Tekanan Politik

Kritik terbuka Trump terhadap Powell tidak hanya sekadar masalah perbedaan pandangan. Lebih dari itu, hal ini dapat dipandang sebagai upaya untuk memengaruhi independensi The Fed. Para analis khawatir bahwa intervensi semacam ini bisa merusak kredibilitas institusi penting ini di mata pasar global.Paul Ashworth, Kepala Ekonom Capital Economics, menekankan risiko besar dari campur tangan politik dalam urusan moneter. Menurutnya, serangan verbal Trump terhadap Powell dapat melemahkan keyakinan investor akan kemampuan The Fed dalam menjalankan fungsi-fungsinya secara adil dan transparan. Independensi lembaga ini sangat penting untuk menjaga stabilitas ekonomi jangka panjang.Meskipun Trump sempat mengancam memecat Powell, dia akhirnya menarik kembali niat tersebut hingga masa jabatan Powell berakhir pada tahun 2026. Sikap ini memperlihatkan bahwa ada batasan dalam mengendalikan kebijakan moneter melalui tekanan langsung. Akan tetapi, kerugian reputasi telah dirasakan oleh The Fed akibat konflik publik ini.Situasi ini juga menggambarkan perdebatan klasik antara kepentingan politik jangka pendek dan tujuan ekonomi jangka panjang. Sementara Trump ingin memprioritaskan pertumbuhan cepat melalui penurunan suku bunga, Powell lebih fokus pada perlunya stabilitas harga dan pekerjaan yang berkelanjutan. Pertanyaannya adalah, apakah strategi Powell benar-benar lebih tepat dalam konteks yang lebih luas?

Pengaruh Global atas Kebijakan Moneter AS

Dalam era globalisasi, kebijakan moneter sebuah negara tidak lagi bekerja dalam ruang vakum. Keputusan Powell untuk mempertahankan suku bunga acuan bukan tanpa alasan. Selain mempertimbangkan dampak perang dagang, dia juga harus menghadapi tantangan seperti inflasi global dan ketidakpastian geopolitik.Para ahli ekonomi menyebut bahwa langkah Powell sesuai dengan tren global saat ini. Negara-negara maju cenderung lebih hati-hati dalam menyesuaikan kebijakan moneter mereka guna menghindari goncangan signifikan di pasar keuangan. Sebagai contoh, Eropa sedang menghadapi ancaman resesi akibat ketegangan ekonomi pasca-pandemi, sementara Tiongkok berjuang untuk memulihkan pertumbuhan ekonomi yang melambat.Di sisi lain, Trump berargumen bahwa AS memiliki posisi unik dibandingkan negara-negara lain. Dengan ekonomi yang relatif stabil dan lapangan kerja yang kuat, dia yakin bahwa penurunan suku bunga dapat membantu mempercepat pertumbuhan tanpa mengorbankan stabilitas harga. Namun, Powell tetap bersikeras bahwa kehati-hatian diperlukan agar tidak mengulangi kesalahan masa lalu yang dapat berujung pada krisis finansial.Pada akhirnya, konflik ini menggarisbawahi pentingnya dialog yang lebih baik antara pemerintah dan bank sentral. Meskipun perbedaan pandangan sulit dihindari, solusi kolaboratif dapat membawa manfaat bagi semua pihak. Dalam konteks ini, masyarakat global tentu menantikan bagaimana Powell akan melanjutkan perannya di tengah tekanan yang terus berkembang.
More Stories
see more