Dalam dunia psikologi, istilah "psikopat" sering digunakan untuk menggambarkan individu dengan perilaku antisosial dan kurangnya empati. Meskipun bukan diagnosis resmi, konsep ini tetap relevan dalam konteks klinis dan hukum. Penelitian menunjukkan bahwa beberapa karakteristik psikopat dapat diamati melalui perilaku mata, seperti respons pupil dan durasi kontak mata. Para ahli juga menekankan bahwa tidak semua psikopat memiliki tanda-tanda fisik yang jelas, namun ada pola tertentu yang dapat diidentifikasi.
Di Jakarta, para peneliti telah menemukan hubungan antara perilaku mata dan sifat psikopat. Dalam sebuah studi yang dilakukan pada 82 pria dengan ciri-ciri psikopat, ditemukan bahwa mereka memiliki respons pupil mata yang berbeda ketika ditampilkan gambar negatif. Ini menunjukkan bahwa sistem saraf simpatik mereka bereaksi secara berbeda dibandingkan orang biasa. Selain itu, penelitian lain menunjukkan bahwa individu dengan sifat psikopat lebih lama memandang foto-foto emosional, seperti rasa sakit atau malu.
Menurut Dr. Naomi Murphy, seorang psikolog forensik, psikopat sering menggunakan tatapan mata sebagai alat untuk mengendalikan dan mengintimidasi orang lain. Namun, penting untuk dicatat bahwa asumsi bahwa semua psikopat memiliki tatapan yang menakutkan adalah salah. Beberapa karakteristik umum yang diamati termasuk sikap dingin, mata lebar, jarang berkedip, dan kontak mata yang lebih lama.
Para ahli menekankan bahwa tidak ada satu ciri khusus yang dapat mengidentifikasi psikopat dengan pasti. Namun, pemahaman tentang perilaku mata dapat membantu dalam pengenalan awal dan intervensi tepat waktu.
Dari perspektif jurnalisme, informasi ini memberikan wawasan penting tentang kompleksitas gangguan kepribadian. Penting bagi masyarakat untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang kondisi ini, tanpa terjebak dalam stereotip atau prasangka. Studi ini juga menunjukkan betapa pentingnya pendekatan multidisiplin dalam memahami dan mengatasi masalah kesehatan mental.