Legenda tentang harta karun emas milik Presiden Soekarno yang disimpan di bank Swiss sempat menghebohkan masyarakat. Namun, berbagai sumber sejarah menunjukkan bahwa klaim tersebut tidak memiliki dasar yang kuat. Sebaliknya, Soekarno dikenal sebagai pemimpin yang hidup sederhana bahkan dalam kesulitan finansial selama masa jabatannya sebagai Presiden Indonesia. Anak dan para sejarawan juga membantah rumor ini dengan fakta konkret.
Berikut adalah ulasan lebih lanjut mengenai kebenaran mitos tersebut serta penjelasan dari keluarga dan ahli sejarah terkait kondisi finansial Soekarno saat menjadi kepala negara.
Sebagai salah satu tokoh penting bangsa Indonesia, Soekarno ternyata menjalani hidup yang penuh keterbatasan meskipun menempati posisi tertinggi di negara. Ia sering kali bergantung pada fasilitas negara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bahkan, ada cerita menarik tentang bagaimana dia mendapatkan piyama dari duta besar luar negeri karena kondisi keuangannya yang sangat sulit.
Dalam wawancara dengan Cindy Adams, Soekarno sendiri menyebutkan bahwa gajinya hanya sekitar US$ 220 per bulan. Tidak hanya itu, ia juga tidak memiliki properti seperti rumah atau tanah. Kehidupannya sangat bergantung pada istana-istana negara. Putra pertamanya, Guntur Soekarnoputra, mengonfirmasi bahwa ayahnya memang termasuk presiden paling miskin di dunia. Selain itu, Soekarno kerap meminjam uang dari teman-temannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Gaya hidup sederhana Soekarno justru menjadi bukti nyata tentang dedikasinya terhadap bangsa. Dalam catatan sejarah, banyak cerita yang menunjukkan bahwa Soekarno hidup dalam keterbatasan finansial. Misalnya, ketika dia melakukan kunjungan resmi ke luar negeri, ia pernah menggunakan baju tidur yang sudah robek sehingga duta besar memberikan hadiah piyama baru. Hal ini menunjukkan betapa rendah hatinya Soekarno sebagai seorang pemimpin. Lebih lanjut, putranya Guntur menyampaikan bahwa Soekarno tidak pernah memiliki tabungan atau aset signifikan, bahkan sejak masa pergerakan. Meskipun ditawari gedung oleh rakyat, Soekarno tetap menolak demi menjaga integritasnya sebagai pemimpin.
Selain pengakuan dari keluarga Soekarno, sejarawan Ong Hok Ham juga turut menyangkal rumor tentang harta karun emas Soekarno. Dalam tulisannya, Ong menjelaskan bahwa tidak mungkin ada individu yang mewarisi harta dari kerajaan kuno seperti Mataram Islam. Alasannya, harta kerajaan kuno tidak secukup itu untuk dibagikan kepada penerusnya. Selain itu, Mataram Islam masih memiliki utang kepada VOC pada masa itu.
Menurut Ong, argumen sederhana yang dapat dipakai untuk membantah mitos ini adalah kondisi akhir hidup Soekarno. Jika benar ia memiliki harta segunung, maka tidak mungkin ia harus hidup dalam kemiskinan hingga akhir hayatnya. Oleh karena itu, klaim tentang penyimpanan emas batangan di Bank Swiss tampaknya hanyalah spekulasi tanpa dasar yang kuat. Sejarawan menekankan pentingnya melihat fakta historis secara objektif agar tidak terjebak dalam mitos yang tidak sesuai dengan realitas.
Ong Hok Ham menegaskan bahwa cerita-cerita tentang harta Soekarno sebagian besar didorong oleh imajinasi publik yang kurang memahami konteks sejarah. Dia menjelaskan bahwa kerajaan kuno seperti Mataram Islam tidak meninggalkan warisan material yang cukup besar bagi penerus mereka. Sebaliknya, kerajaan tersebut malah meninggalkan utang yang signifikan kepada VOC. Selain itu, Soekarno tidak pernah mencatat atau menyebutkan keberadaan harta semacam itu dalam arsip pribadinya. Kondisi akhir hidupnya yang penuh kesederhanaan juga menjadi bukti kuat bahwa rumor tersebut tidak berdasar. Sejarawan menyerukan perlunya pendekatan kritis dalam memahami narasi sejarah, terutama yang berkaitan dengan sosok penting seperti Soekarno.