Mata uang Indonesia, Rupiah, mengalami penurunan signifikan terhadap Dolar AS pada perdagangan baru-baru ini. Pelemahan sebesar 0,40% ini dipicu oleh berbagai faktor global, termasuk antisipasi hasil inflasi di Amerika Serikat dan pernyataan Presiden Donald Trump tentang tarif dagang. Analis saham dari CNBC Indonesia Research, Susi Setiawati, menjelaskan bahwa sentimen ini mempengaruhi pasar keuangan di Tanah Air.
Pada hari Selasa (12/03/2025), situasi ekonomi global menjadi sorotan utama yang menekan nilai tukar Rupiah. Para pelaku pasar sedang menunggu pengumuman resmi terkait data inflasi AS, yang diperkirakan akan memberikan sinyal bagi langkah-langkah moneter ke depan. Selain itu, pernyataan keras dari Presiden Amerika Serikat terkait kebijakan tarif juga menciptakan ketidakpastian dalam perdagangan internasional.
Dalam diskusi program Closing Bell di televisi bisnis CNBC Indonesia, Equity Analyst Susi Setiawati menyoroti bagaimana kondisi ini memperburuk performa Rupiah. Sentimen negatif dari luar negeri cenderung membuat investor asing lebih hati-hati dalam melakukan transaksi di pasar emerging market seperti Indonesia.
Sementara itu, analisis mendalam menunjukkan bahwa pelemahan Rupiah tidak hanya dipengaruhi oleh faktor eksternal tetapi juga oleh kondisi domestik. Meskipun perekonomian nasional menunjukkan tanda-tanda positif, tekanan dari arus modal asing tetap menjadi tantangan besar bagi stabilitas mata uang nasional.
Ketegangan dagang antara dua negara besar dunia serta ekspektasi inflasi di pasar global tampaknya akan terus memengaruhi fluktuasi nilai tukar Rupiah. Oleh karena itu, para ahli merekomendasikan agar pemerintah dan bank sentral terus waspada terhadap perkembangan ekonomi global untuk melindungi stabilitas ekonomi nasional.