Dokumen rahasia dari Inggris yang baru saja terungkap menyoroti kekhawatiran mendalam dari Sheikh Zayed bin Sultan Al Nahyan, pendiri Uni Emirat Arab (UEA). Dalam sebuah pertemuan pada Mei 1986 di Abu Dhabi dengan Julian Amery, anggota Parlemen Konservatif Inggris, Sheikh Zayed dan keponakannya, Sheikh Surour, mempertanyakan kemampuan Amerika Serikat untuk melindungi sekutunya di dunia Arab. Ini terjadi selama kunjungan Richard Murphy, pejabat senior Departemen Luar Negeri AS, ke wilayah tersebut. Catatan yang ditemukan di Arsip Nasional Inggris mengungkap bahwa kekecewaan ini tidak hanya disebabkan oleh sikap pro-Israel AS, tetapi juga karena ketidakmampuan Washington dalam menerapkan kebijakan luar negeri secara konsisten.
Sheikh Zayed dan Sheikh Surour menyampaikan keprihatinan mereka tentang perlindungan yang ditawarkan Amerika kepada negara-negara Teluk jika perang Iran-Irak meluas lebih jauh. Pertanyaan mereka mencerminkan keraguan serius terhadap komitmen AS dalam membantu sekutu-sekutunya di Timur Tengah. Salah satu isu utama adalah ketidakpastian Kongres AS dan opini publik terhadap penjualan senjata atau intervensi militer. Kekhawatiran ini semakin diperparah oleh sejarah pengabaian AS terhadap para pemimpin sekutu di berbagai negara seperti Iran, Filipina, dan Haiti.
Menurut catatan Julian Amery, kekecewaan terhadap Amerika Serikat bukanlah hal baru bagi elite politik di UEA. Ketidakmampuan pemerintahan Ronald Reagan untuk meyakinkan Kongres AS menyetujui penjualan senjata kepada negara-negara Arab menjadi contoh nyata dari ketidaksesuaian antara retorika dan tindakan AS. Hal ini membuat Sheikh Zayed merasa bahwa janji-janji Washington mungkin hanya kosong belaka saat situasi krisis benar-benar terjadi.
Selain itu, perang Iran-Irak yang telah berlangsung sejak tahun 1980 menambah beban kecemasan bagi negara-negara Teluk. Ancaman eskalasi konflik ke wilayah mereka membuat para pemimpin lokal meragukan apakah AS akan benar-benar bertindak sesuai klaimnya. Contoh-contoh masa lalu di mana AS mundur dari dukungan kepada sekutu-sekutunya menunjukkan pola yang konsisten dalam hubungan internasional AS.
Kesimpulan dari diskusi tersebut menunjukkan bahwa kepercayaan terhadap Amerika sebagai mitra strategis di Timur Tengah mulai goyah. Para pemimpin Arab khawatir bahwa prioritas domestik AS dapat menghalangi upaya-upaya internasional mereka, terutama dalam konteks perlindungan terhadap sekutu-sentuh di kawasan yang sedang menghadapi tekanan besar.
Pengungkapan dokumen ini memberikan wawasan baru tentang dinamika hubungan diplomatik di era tersebut. Kekecewaan Sheikh Zayed terhadap Amerika Serikat menunjukkan bahwa bahkan pemimpin kuat pun merasa rentan tanpa dukungan nyata dari sekutu internasional mereka. Pernyataan tersebut juga menandakan adanya kebutuhan untuk mengevaluasi ulang aliansi strategis di Timur Tengah, di tengah tantangan geopolitik yang terus berkembang.