Dalam budaya Indonesia, sosok kuntilanak telah lama menjadi bagian dari cerita rakyat. Peneliti Jerman, Timo Duile, tertarik untuk mendalami fenomena ini dan melakukan penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah. Penelitian ini mengeksplorasi asal-usul, perubahan makna, serta pengaruh agama dan modernitas terhadap pandangan masyarakat terhadap hantu wanita berpakaian putih tersebut. Hasil penelitian ini mengungkap hubungan antara konsep hantu dengan transformasi sosial di kawasan Asia Tenggara.
Penelitian Timo menemukan bahwa konsep kuntilanak bukan hanya eksklusif bagi Indonesia. Di negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam, entitas serupa dikenal sebagai pontianak. Nama ini berasal dari bahasa Melayu 'Ponti', yang merujuk pada pohon-pohon tinggi yang melambangkan tempat tinggal roh-roh. Sejarah Kota Pontianak sendiri erat kaitannya dengan legenda ini, dimana pendirian kota tersebut memicu pergeseran makna spiritual.
Berdasarkan penelitian sejarawan Nadya Karima Melati, perubahan pandangan tentang roh menjadi hantu dapat ditelusuri ke kedatangan agama monoteistik. Konsep ketuhanan maskulin yang dibawa oleh agama-agama baru tersebut secara bertahap menggantikan kepercayaan animisme lokal. Akibatnya, roh-roh yang awalnya dihormati sebagai bagian alam berubah menjadi makhluk menyeramkan. Fenomena ini juga mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap wanita, yang kemudian diasosiasikan dengan kematian dan mistisisme.
Perubahan ini mencerminkan evolusi budaya di kawasan Asia Tenggara. Meskipun gambaran tradisional tentang kuntilanak masih melekat kuat dalam kesadaran kolektif masyarakat, penelitian ini membuka wawasan baru tentang bagaimana konteks historis dan sosial mempengaruhi interpretasi mitologi lokal. Studi ini juga mengajak kita untuk mempertimbangkan kembali asal-usul cerita-cerita yang telah lama kita percayai.