Situasi ekonomi global memengaruhi nilai tukar mata uang nasional. Mata uang rupiah mengalami pelemahan signifikan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akibat meningkatnya permintaan dolar di pasar internasional. Data menunjukkan bahwa kurs rupiah ditutup pada angka Rp16.530 per dolar AS, dengan penurunan sebesar 0,52%. Faktor utama penyebab ini adalah ketegangan geopolitik dan antisipasi kebijakan bank sentral AS.
Kondisi ekonomi global menjadi pemicu utama tekanan terhadap rupiah. Konflik antara India dan Pakistan serta perang dagang yang berkepanjangan antara AS dan China telah menciptakan ketidakpastian di pasar finansial. Selain itu, permintaan dolar AS meningkat karena adanya repatriasi dividen pada bulan Mei. Menurut Kepala Departemen Pengelolaan Moneter & Aset Sekuritas Bank Indonesia (BI), Erwin Gunawan Hutapea, fenomena musiman ini biasanya terjadi setiap tahun, di mana perusahaan-perusahaan asing melakukan pembayaran dividen secara besar-besaran.
Pasar juga sedang menunggu keputusan Federal Reserve terkait suku bunga acuan. Meskipun diprediksi tidak akan ada perubahan signifikan dalam kebijakan moneter, para pelaku pasar tetap waspada terhadap komentar Ketua Fed, Jerome Powell. Kekhawatiran akan dampak inflasi dari kebijakan tarif perdagangan Trump membuat prospek ekonomi semakin sulit diprediksi. Namun, situasi ini dapat menjadi momentum bagi Indonesia untuk memperkuat posisi ekonominya melalui diversifikasi investasi dan pengendalian impor agar stabilitas rupiah dapat terjaga di masa mendatang.