Pergerakan kurs rupiah terhadap dolar AS mengalami tekanan akibat sentimen negatif dari faktor global. Hari ini, nilai tukar rupiah melemah hingga mencapai level Rp 16.535 per dolar AS. Meskipun fundamental ekonomi domestik masih kuat dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,87% pada kuartal pertama tahun ini, situasi geopolitik antara India dan Pakistan memperburuk kondisi pasar keuangan. Ketegangan ini menutupi potensi positif yang dimiliki Indonesia dalam menarik investor asing.
Pada hari Rabu di Jakarta, sebuah konferensi pers diadakan oleh Bank Indonesia untuk membahas situasi kurs rupiah yang terus berfluktuasi. Dalam suasana penuh ketidakpastian, pejabat Departemen Pengelolaan Moneter & Aset Sekuritas BI menyatakan bahwa penurunan nilai rupiah disebabkan oleh faktor geopolitik internasional yang signifikan. Perang dagang yang berkepanjangan antara dua negara besar dunia semakin memburuk setelah adanya konflik militer langsung antara India dan Pakistan.
Dalam operasi militer yang dilakukan oleh India di wilayah Kashmir Pakistan, serangan terhadap sembilan lokasi telah menewaskan tiga orang sipil serta melukai belasan lainnya. Pihak Pakistan menyangkal tuduhan bahwa mereka menjadi pelaku teroris, sementara itu India membenarkan aksi tersebut sebagai upaya balas dendam atas insiden serangan Pahalgam beberapa waktu lalu. Situasi ini membuat investor khawatir tentang stabilitas global, sehingga menghindari investasi di negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Di tengah ketegangan ini, data pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap menunjukkan angka positif, yakni 4,87% secara year-on-year pada kuartal pertama. Namun, meskipun angka ini cukup tinggi bagi para pemain pasar, persepsi negatif terhadap risiko geopolitik tampaknya lebih mendominasi perhatian mereka.
Dengan situasi ini, rupiah sulit untuk mempertahankan posisinya di bawah level Rp 16.400 per dolar AS. Sebaliknya, mata uang nasional terus tertekan menuju angka Rp 16.500-an per dolar AS.
Menurut pengamat, meskipun ada dukungan kuat dari fundamental ekonomi domestik, faktor eksternal seperti ketegangan antarnegara tetap memiliki dampak besar pada pasar keuangan.
Dari sudut pandang jurnalis, situasi ini menunjukkan betapa rentannya perekonomian suatu negara terhadap ketegangan geopolitik global. Penting bagi pemerintah untuk tidak hanya fokus pada pengelolaan internal, tetapi juga memantau perkembangan internasional agar dapat merespons dengan cepat terhadap perubahan yang mungkin mempengaruhi stabilitas ekonomi nasional. Selain itu, langkah-langkah diplomasi yang efektif sangat diperlukan untuk menjaga perdamaian global demi meningkatkan kepercayaan investor.