Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi yang unik dan penting terus berkembang, namun sering kali penulisannya tidak sesuai aturan baku. Artikel ini mengulas beberapa kosakata yang kerap salah digunakan dalam keseharian. Dengan memahami dan menerapkan kata-kata yang benar, kita dapat meningkatkan kecintaan terhadap bahasa nasional. Selain itu, pemakaian kosakata baku juga menjadi modal penting bagi mereka yang ingin bekerja di bidang jurnalistik atau literatur. Artikel ini membahas lima contoh penggunaan kata yang salah serta versi benarnya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Dalam konteks perkembangan zaman, banyak orang masih menggunakan kosakata yang tidak sesuai dengan aturan baku. Hal ini bisa dilihat dari berbagai media tulis maupun percakapan sehari-hari. Salah satu faktor penyebabnya adalah kurangnya kesadaran akan pentingnya standar penulisan yang tepat. Misalnya, kata "frustasi" sering ditulis secara keliru, padahal bentuk yang benar adalah "frustrasi". Kesalahan seperti ini tidak hanya memengaruhi estetika tulisan tetapi juga dapat menyebabkan miskomunikasi.
Contoh lain yang cukup umum adalah penggunaan kata "komplek" yang sebenarnya harus ditulis sebagai "kompleks". Kesalahan ini terjadi karena kurangnya pemeriksaan ulang saat menulis. Selain itu, ada juga kasus penulisan "sekedar", yang ternyata harus dirubah menjadi "sekadar". Kedua bentuk tersebut memiliki makna yang sama, tetapi hanya satu yang diakui sebagai baku oleh KBBI.
Tidak ketinggalan, kata "aktifitas" yang sangat sering muncul dalam dokumen resmi maupun non-resmi ternyata salah. Versi yang benar adalah "aktivitas". Kesalahan serupa juga ditemukan pada kata "kreatifitas", yang seharusnya ditulis sebagai "kreativitas". Kesalahan-kesalahan ini bukan hanya soal ketelitian, melainkan juga refleksi dari bagaimana kita menghargai bahasa sendiri.
Menggunakan kosakata yang benar merupakan langkah nyata untuk mencintai bahasa Indonesia. Saat ini, bahasa Indonesia telah diakui secara internasional sebagai bahasa resmi dalam berbagai forum dunia, termasuk UNESCO. Oleh karena itu, setiap individu memiliki tanggung jawab untuk menjaga keaslian dan keindahan bahasa dengan cara mempraktikkan penggunaan kosakata baku. Dengan demikian, generasi mendatang akan lebih mudah belajar dan menghargai warisan budaya linguistik bangsa ini.