Penegak hukum di Jakarta kembali mengamankan seorang musisi senior yang terlibat dalam kasus narkotika. Musisi jazz berinisial FRM ditahan oleh kepolisian pada Rabu (19/2/2025). Ini merupakan penahanan keempat bagi artis ini terkait dugaan penyalahgunaan zat-zat terlarang. Kasat Resnarkoba Polres Metro Jaksel, AKBP Andri Kurniawan, mengkonfirmasi bahwa pemeriksaan sedang berlangsung di markas polisi. Sejarah panjang pelanggaran hukum narkotika yang dialami oleh FRM menunjukkan bahwa ini bukan pertama kalinya ia menghadapi masalah serupa. Penjelasan lebih lanjut tentang kronologi peristiwa dan latar belakang kasus tersebut akan disajikan dalam paragraf berikutnya.
Kronologi pertama kali FRM terjerat kasus narkoba dapat dilacak kembali ke tahun 2007. Pada bulan Oktober, dia ditemukan dengan 5 gram ganja dan kemudian divonis delapan bulan penjara. Meski menjalani rehabilitasi, masalahnya tidak berakhir di sana. Pada Januari 2015, FRM kembali tertangkap basah sedang mengonsumsi ganja di rumahnya. Saat itu, polisi juga menemukan heroin dan alat isap sabu. Ketiga kalinya, pada Agustus 2018, FRM ditangkap lagi dengan barang bukti dua paket plastik klip diduga sabu, sembilan butir Alprazolam, dan dua butir Dumolid. Setiap insiden ini mencerminkan pola perilaku yang memprihatinkan dan menunjukkan betapa sulitnya proses pemulihan.
Masalah narkoba yang dihadapi oleh FRM menyoroti tantangan besar dalam masyarakat. Tindakan tegas dari aparat hukum bertujuan untuk memberikan pesan bahwa penggunaan narkotika tidak bisa ditoleransi. Namun, di balik setiap penangkapan, ada cerita tentang individu yang berjuang melawan ketergantungan. Dalam kasus FRM, meskipun telah menjalani rehabilitasi beberapa kali, tampaknya masih sulit baginya untuk lepas dari lingkaran negatif ini. Keberlanjutan masalah ini menunjukkan pentingnya pendekatan holistik dalam penanganan kasus-kasus serupa, termasuk dukungan psikologis dan sosial yang kuat.
Kejadian ini sekali lagi menegaskan bahwa perjuangan melawan narkoba adalah sebuah proses yang kompleks. Penangkapan terbaru FRM menunjukkan bahwa upaya rehabilitasi dan hukuman belum cukup untuk mencegah ketergantungan. Masyarakat perlu lebih peka terhadap isu-isu ini dan mendukung langkah-langkah preventif serta rehabilitatif yang lebih efektif. Harapannya, dengan pendekatan yang lebih komprehensif, individu seperti FRM dapat mendapatkan bantuan yang dibutuhkan untuk memulai hidup baru yang bebas dari zat-zat terlarang.