Dalam beberapa dekade terakhir, isu mengenai hak-hak komunitas Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transeksual (LGBT) telah menjadi topik yang mendapat perhatian luas. Di satu sisi, ada negara-negara yang menolak keras aktivitas LGBT dengan hukuman berat, sementara di sisi lain, ada juga yang lebih toleran atau bahkan mendukung. Artikel ini membahas tentang bagaimana berbagai negara merespons isu ini, serta dampaknya pada masyarakat.
Negara-negara seperti Nigeria, Iran, Afghanistan, Yaman, Arab Saudi, dan Brunei Darussalam telah menerapkan hukuman yang sangat berat bagi individu yang terlibat dalam aktivitas LGBT. Di Nigeria, misalnya, undang-undang ketat diberlakukan dengan ancaman hukuman penjara hingga 14 tahun atau bahkan hukuman mati. Hal serupa juga berlaku di Iran, dimana dua aktivis LGBT divonis hukuman mati karena menyuarakan hak-hak mereka. Sementara itu, di Afghanistan, pasal konstitusi memperbolehkan penerapan hukum syariah yang melarang aktivitas seksual sesama jenis dengan hukuman mati.
Berbagai negara Timur Tengah lainnya, termasuk Yaman dan Arab Saudi, juga memiliki hukuman yang sama-sama tegas. Kelompok milisi Houthi di Yaman pernah menahan dan mengeksekusi sejumlah orang yang diduga menyebarkan aktivitas LGBT. Sedangkan di Arab Saudi, hukuman mati diberikan kepada siapa saja yang terbukti melakukan pernikahan sesama jenis atau aktivitas LGBT lainnya. Pada 2019, Brunei Darussalam juga memperkenalkan Syariah Islam yang ketat, termasuk penerapan hukuman mati bagi homoseksual aktif. Meski kemudian negara ini menunda penerapan hukuman tersebut setelah mendapat kecaman internasional, situasi tetap menunjukkan sikap keras terhadap LGBT.
Di beberapa negara, larangan terhadap aktivitas LGBT telah memicu kontroversi dan perdebatan. Di Indonesia, perkembangan kelompok LGBT belakangan ini semakin mencolok, namun hal ini menuai pro dan kontra. Pemerintah menegaskan akan tetap konsisten tidak melayani perkawinan sejenis dan berencana mengedukasi masyarakat melalui lingkup keluarga. Jamaika, sebagai salah satu negara Karibia, juga menolak aktivitas LGBT, meskipun aturan ini mendapat penolakan dari sejumlah pihak yang menganggapnya melanggar hak asasi manusia.
Somalia, dengan mayoritas penduduknya Muslim, juga menolak segala bentuk aktivitas LGBT dan menerapkan undang-undang sodomi dengan hukuman bertingkat, mulai dari cambuk hingga hukuman mati. Meski demikian, respons masyarakat terhadap larangan ini bervariasi. Di banyak negara, sikap keras terhadap LGBT mencerminkan adanya perbedaan pandangan antara tradisi, agama, dan modernitas. Perdebatan ini tidak hanya berdampak pada hukum, tetapi juga pada dinamika sosial dan budaya di masing-masing negara.