Dalam era digital yang semakin canggih, konflik antarpetarung UFC kerap kali dimulai dari sebuah unggahan di media sosial. Begitu pula dengan aksi terbaru Conor McGregor, yang tampaknya ingin menunjukkan bahwa namanya masih relevan meski belum bertanding sejak Juli 2021. Dengan gaya sindiran khasnya, McGregor melemparkan tantangan kepada para rivalnya, meningkatkan antisipasi penggemar akan duel mendatang.
Meskipun sudah pensiun, nama Khabib Nurmagomedov tetap menjadi simbol dominasi dalam sejarah UFC. Namun, McGregor tampak tidak puas dengan hasil pertarungan mereka pada tahun 2019. Dalam unggahan terbarunya, ia menyindir rekor KO Khabib dengan menyoroti jumlah kemenangan KO-nya sendiri yang lebih besar. "Dari sudut pandang statistik, McGregor mencoba membuktikan dirinya sebagai raja pukulan," ujar salah satu analis olahraga terkemuka di Irlandia.
Selain itu, McGregor juga mengambil kesempatan untuk menyinggung infeksi staph yang pernah dialami oleh Khabib. Aksi ini dianggap sebagai strategi psikologis untuk mengoyak luka lama dan menarik perhatian publik. Meski begitu, respons dari pihak Khabib terlihat tenang, bahkan hingga saat ini ia belum memberikan tanggapan langsung terkait provokasi tersebut.
Sebagai murid terbaik Khabib, Islam Makhachev telah menunjukkan performa impresif sebagai juara kelas ringan UFC. Dengan catatan 26 kemenangan beruntun, Makhachev menjadi salah satu petarung paling ditakuti di divisi tersebut. Namun, McGregor tampak tidak gentar dan justru melihatnya sebagai target utama.
Menurut McGregor, rekor KO Makhachev masih kurang signifikan dibandingkan dengan pencapaian dirinya sendiri. "Saya telah menundukkan banyak lawan dengan cara yang brutal," katanya dalam sebuah wawancara eksklusif. Para ahli percaya bahwa sikap ini adalah upaya untuk menarik minat promotor UFC agar menjadwalkan pertarungan antara keduanya, meskipun usia McGregor yang semakin matang menjadi faktor penting yang perlu dipertimbangkan.
Juara kelas bulu terkini, Ilia Topuria, baru saja menunjukkan ketajamannya dengan mengalahkan Alexander Volkanovski. Namun, McGregor tidak ragu untuk meremehkan prestasi tersebut dengan menyebut bahwa kemenangan itu tidak cukup untuk membuatnya takut. Respons dari Topuria pun tidak main-main; ia justru menantang McGregor secara langsung.
"Jika McGregor benar-benar ingin membuktikan dirinya sebagai legenda, maka dia harus siap menghadapi saya tanpa alasan apapun," kata Topuria dalam konferensi pers pasca-pertarungan. Sikap tegas ini menunjukkan bahwa generasi baru petarung UFC tidak gentar menghadapi tokoh legendaris seperti McGregor. Bahkan, ada rumor bahwa Topuria mungkin akan mengosongkan gelarnya untuk naik ke kelas ringan dan menghadapi McGregor secara langsung.
Spekulasi tentang kembalinya McGregor ke UFC semakin memanas seiring dengan aktivitasnya di media sosial. Beberapa pengamat percaya bahwa McGregor sedang melakukan kampanye untuk menarik perhatian promotor UFC, sementara yang lain menganggapnya sebagai upaya untuk mempertahankan citranya sebagai salah satu petarung paling kontroversial sepanjang masa.
Terlepas dari motivasi di balik semua ini, satu hal yang pasti adalah bahwa McGregor tetap menjadi pusat perhatian di dunia MMA. Dengan usia 36 tahun, beberapa pertanyaan tetap mengemuka: Apakah McGregor masih bisa bersaing dengan petarung muda yang lebih bugar? Atau apakah ini hanya sekadar drama untuk memperpanjang karier yang gemilang?