Peningkatan nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menjadi salah satu indikator stabilitas ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global. Mata uang Indonesia menunjukkan kinerja yang cukup baik pada perdagangan Kamis (13/3/2025), dengan penguatan sebesar 0,12% hingga mencapai Rp16.420 per dolar AS. Pergerakan ini berbeda dari hari sebelumnya, di mana rupiah mengalami penurunan sebesar 0,24%. Dalam konteks lebih luas, dinamika ini dipicu oleh spekulasi meningkatnya kemungkinan resesi di AS. Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) juga menunjukkan tren naik tipis sebesar 0,11%, tetapi masih berada di bawah level sebelumnya.
Keputusan kebijakan dari Presiden AS, Donald Trump, turut mempengaruhi kondisi pasar global, termasuk Indonesia. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa executive order dari Trump telah menciptakan gejolak global yang tercermin dalam fluktuasi nilai tukar rupiah selama periode awal tahun ini. Meskipun demikian, posisi Indonesia relatif lebih stabil dibandingkan negara-negara lain dalam menghadapi tantangan ekonomi global. Selain itu, yield Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia untuk jangka waktu 10 tahun mencatat angka yang cukup kompetitif, yakni sekitar 7% pada akhir Februari 2025. Gejolak perdagangan antara AS, China, Kanada, dan Meksiko juga turut memperburuk situasi pasar keuangan dunia.
Pasar global saat ini sedang dihadapkan pada risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi AS, yang semakin nyata dengan peluang resesi mencapai 50%. Kebijakan perdagangan Trump yang cenderung protektif diprediksi akan memberikan dampak negatif bagi pertumbuhan ekonomi AS sendiri. Oleh karena itu, para pelaku pasar disarankan untuk terus memantau perkembangan global secara berkala. Ketegangan geopolitik dan volatilitas pasar dapat berdampak signifikan pada nilai tukar mata uang, termasuk rupiah. Namun, optimisme tetap harus dijaga, karena potensi ekonomi Indonesia masih menunjukkan kekuatan yang cukup besar untuk menghadapi tantangan masa depan.