Nilai tukar rupiah mengalami pelemahan signifikan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menjelang hari raya. Kondisi ini dipicu oleh penguatan indeks dolar AS (DXY), yang mencapai level tertinggi dalam beberapa waktu terakhir. Situasi ekonomi domestik juga memperburuk kondisi, dengan meningkatnya permintaan dolar AS untuk pembayaran dividen dan utang. Bank Indonesia (BI) telah bersiap melakukan intervensi guna menjaga stabilitas pasar valuta asing.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia, Edi Susianto, menegaskan bahwa pelemahan mata uang regional Asia, termasuk rupiah, disebabkan oleh penguatan dolar AS. Indeks DXY mencatatkan kenaikan 0,06% hingga mencapai angka 104,32 pada Selasa (25/3/2025). Hal ini berdampak besar pada kurs rupiah yang turun hingga Rp16.635 per dolar AS, atau sekitar 0,51% lebih rendah dibandingkan penutupan perdagangan sebelumnya.
Berbagai faktor domestik juga menjadi penyumbang utama pelemahan rupiah. Menjelang akhir kuartal pertama, kebutuhan akan dolar AS meningkat, terutama untuk pembayaran dividen dan utang luar negeri. "Kebutuhan asing di pasar domestik cukup tinggi," ungkap Edi, yang menekankan pentingnya intervensi BI untuk menjaga keseimbangan suplai dan permintaan valas.
Dari sisi pasar modal, Fikri C Permana, Ekonom Senior KB Valbury Sekuritas, melihat adanya perpindahan aset dari instrumen berbasis rupiah ke dolar AS jelang liburan panjang. "Tren jual bersih asing terus berlanjut selama hampir tujuh hari perdagangan," tutur Fikri. Dia menambahkan bahwa aliran modal keluar ini kemungkinan besar digunakan untuk pembayaran dividen dan utang pemerintah di akhir kuartal pertama.
Pada saat yang sama, Bank Indonesia tetap waspada terhadap perkembangan pasar valas dan siap bertindak cepat jika diperlukan. Edi menegaskan bahwa langkah-langkah intervensi yang dilakukan bertujuan untuk memastikan stabilitas pasar dan mencegah gejolak yang lebih luas.
Meskipun situasi saat ini cukup menantang, langkah-langkah yang diambil oleh otoritas moneter diharapkan dapat membantu meredam tekanan pada nilai tukar rupiah. Intervensi yang tepat waktu dan strategis diyakini mampu menjaga keseimbangan supply demand valas di pasar domestik, sehingga mendorong pemulihan secara bertahap.