Gelar haji telah menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat Indonesia. Namun, sedikit yang tahu bahwa asal-usulnya berakar pada periode kolonial Hindia Belanda. Pada masa itu, perjalanan haji tidak hanya dipandang sebagai urusan rohani atau pribadi, melainkan juga memiliki dimensi politik yang signifikan.
Kebijakan kolonial memandang para jamaah haji dengan kewaspadaan tinggi. Setelah kembali dari Tanah Suci, banyak orang membawa serta pengetahuan baru yang dapat mempengaruhi pemikiran rakyat di daerah mereka. Hal ini dianggap mengancam stabilitas pemerintahan kolonial. Sebagai respons, pihak berwenang mulai menerapkan serangkaian ujian bagi para jamaah haji yang baru pulang. Mereka yang lulus ujian tersebut diberi gelar haji dan diwajibkan menggunakan pakaian khas untuk memudahkan pengawasan.
Pemberontakan besar seperti Perang Jawa pada abad ke-19 semakin menegaskan pentingnya pengawasan ketat terhadap eks-jamaah haji. Meskipun era kolonial telah berlalu, tradisi memberikan gelar haji tetap bertahan hingga kini. Fenomena ini mencerminkan betapa kuatnya warisan sejarah dalam membentuk budaya sosial modern. Penting bagi kita untuk memahami latar belakang historis ini agar dapat merumuskan pandangan yang lebih objektif tentang praktik keagamaan di Indonesia.