Situasi ketegangan antara Israel dan Lebanon kembali memanas setelah serangan udara yang dilancarkan minggu lalu. Dahiyeh, sebuah wilayah strategis di Beirut yang dikenal sebagai basis Hizbullah, menjadi sasaran utama serangan Israel. Dalam insiden tersebut, empat orang tewas dan tujuh lainnya terluka akibat runtuhnya bangunan akibat ledakan. Meskipun belum ada konfirmasi resmi mengenai identitas para korban, Israel menyatakan bahwa target mereka adalah seorang anggota Hizbullah yang diduga terlibat dalam operasi Hamas.
Kejadian ini menandai pelanggaran pertama gencatan senjata yang telah disepakati antara Hizbullah dan Israel sejak November 2024. Namun, ada perbedaan signifikan antara serangan kali ini dengan insiden serupa beberapa waktu lalu. Tidak seperti serangan sebelumnya yang diklaim sebagai balasan atas tembakan roket dari Lebanon, kali ini tidak ada bukti adanya provokasi serupa dari pihak Lebanon. Sebaliknya, pejabat Hizbullah menegaskan kembali komitmen mereka terhadap perjanjian damai, sementara Presiden Lebanon Joseph Aoun juga membantah klaim bahwa roket-roket itu berasal dari kelompok tersebut.
Dengan meningkatnya tensi regional, perdamaian yang rapuh selama berbulan-bulan mulai retak. Perdana Menteri Lebanon Nawaf Salam menyerukan tindakan lebih lanjut untuk menjaga keamanan nasional, termasuk penangkapan mereka yang bertanggung jawab atas insiden roket yang kontroversial. Situasi ini mengingatkan kita akan pentingnya dialog dan diplomasi dalam menciptakan perdamaian yang berkelanjutan. Melalui kerja sama internasional, harapannya ketegangan dapat mereda dan masyarakat kedua negara bisa hidup tanpa rasa takut akan ancaman konflik militer.