Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) telah mengambil tindakan konkret untuk menanggulangi masalah 400 siswa SMP di Kabupaten Buleleng, Bali, yang kesulitan membaca. Menteri Abdul Mu’ti menyampaikan bahwa langkah-langkah khusus akan diberikan kepada para siswa ini melalui program pendidikan tambahan atau remedial. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan literasi mereka sehingga dapat mengimbangi rekan-rekan sekelasnya. Penyebab utama dari kondisi ini antara lain berkaitan dengan dampak pandemi Covid-19 yang membatasi akses belajar, serta faktor internal seperti disleksia, kebutuhan khusus, dan rendahnya motivasi belajar.
Berdasarkan investigasi lebih lanjut oleh Kemendikdasmen, ditemukan bahwa situasi pembelajaran selama masa pandemi menjadi salah satu penyumbang signifikan terhadap minimnya kemampuan baca tulis siswa-siswa tersebut. Ketika pandemi berkecamuk pada tahun-tahun awal, aktivitas belajar mengajar bergeser secara mendadak ke sistem daring yang tidak merata dalam penerapannya. Hal ini membuat banyak anak, termasuk mereka yang berasal dari daerah terpencil seperti Buleleng, mengalami kesenjangan informasi dan akses teknologi. Akibatnya, proses pengembangan kemampuan dasar seperti membaca menjadi terhambat.
Selain itu, beberapa siswa juga menghadapi tantangan individual seperti gangguan neurologis yang dikenal sebagai disleksia. Gangguan ini mempengaruhi kemampuan otak untuk memproses informasi visual, sehingga sulit bagi mereka untuk memahami huruf atau kata-kata tertulis. Selain faktor medis, ada pula kelompok siswa yang memiliki kebutuhan khusus, baik fisik maupun mental, yang memerlukan perhatian lebih dalam hal metode pembelajaran. Tidak hanya itu, latar belakang keluarga juga turut berperan. Beberapa siswa berasal dari lingkungan rumah tangga yang kurang mendukung perkembangan akademik mereka.
Kemendikdasmen bekerja sama erat dengan Dinas Pendidikan setempat untuk menyediakan layanan pendidikan tambahan yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing siswa. Program remedial ini dirancang secara personal agar dapat memberikan dukungan maksimal bagi setiap individu. Misalnya, untuk siswa dengan disleksia, penggunaan alat bantu visual dan audio dapat membantu mereka memahami materi lebih mudah. Sedangkan untuk siswa dengan rendahnya motivasi belajar, strategi psikologis dan insentif positif akan digunakan guna membangkitkan semangat mereka dalam proses belajar.
Melalui upaya kolaboratif ini, diharapkan semua siswa dapat mencapai tingkat literasi yang memadai dalam waktu dekat. Program pendidikan khusus yang dikembangkan bukan hanya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan membaca saja, tetapi juga untuk memastikan bahwa setiap anak memiliki peluang yang sama dalam dunia pendidikan. Langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk menjaga kualitas pendidikan di seluruh wilayah Indonesia, terutama bagi anak-anak yang rentan mengalami kesulitan akademik.