Bank Indonesia (BI) telah mengambil tindakan penting dalam merespons gejolak pasar keuangan akibat kebijakan tarif resiprokal yang dicanangkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Kebijakan tersebut memicu ketidakstabilan di berbagai pasar keuangan global, termasuk Indonesia. BI melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 7 April 2025, memutuskan untuk melakukan intervensi di pasar off-shore guna menstabilkan nilai tukar rupiah. Selain itu, langkah-langkah lain seperti intervensi agresif di pasar domestik dan optimalisasi instrumen likuiditas juga diterapkan untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Kebijakan tarif AS yang disusul oleh respons pemerintah China telah menciptakan situasi yang sangat dinamis di pasar global. Arus modal keluar meningkat drastis, menyebabkan pelemahan mata uang dari berbagai negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut data Refinitiv, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mencapai posisi terendah sepanjang sejarah yaitu Rp17.261/US$ pada Senin (7/4/2025). Kondisi ini jauh lebih lemah dibandingkan penutupan perdagangan reguler sebelumnya.
Untuk mengatasi situasi ini, Bank Indonesia melalui Kepala Departemen Komunikasi Ramdan Denny Prakoso, menyatakan bahwa intervensi dilakukan secara berkesinambungan di pasar Asia, Eropa, serta New York. Hal ini bertujuan untuk mengimbangi tekanan global terhadap rupiah. Selain itu, BI juga memastikan akan melakukan intervensi agresif di pasar domestik mulai awal pembukaan perdagangan tanggal 8 April 2025. Langkah-langkah tersebut mencakup aktivitas di pasar valuta asing (Spot dan DNDF) serta pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
Optimalisasi instrumen likuiditas rupiah menjadi salah satu strategi utama yang digunakan oleh BI untuk menjaga kecukupan likuiditas di pasar uang dan perbankan domestik. Tujuan dari seluruh tindakan ini adalah untuk menstabilkan nilai tukar rupiah serta mempertahankan kepercayaan pelaku pasar dan investor terhadap kondisi fundamental ekonomi Indonesia.
Pada dasarnya, langkah-langkah yang diambil oleh Bank Indonesia bertujuan untuk melindungi stabilitas ekonomi nasional di tengah turbulensi global. Meskipun tekanan global cukup signifikan, upaya intervensi yang komprehensif ini diharapkan dapat membantu mengurangi dampak negatif terhadap nilai tukar rupiah. Dengan demikian, kepercayaan investor terhadap ekonomi Indonesia tetap terjaga meskipun tantangan global semakin besar.