Sebuah insiden memprihatinkan menarik perhatian masyarakat Indonesia, di mana seorang dokter residen anestesi dari Universitas Padjadjaran diduga melakukan tindak kekerasan seksual terhadap keluarga pasien. Peristiwa ini membawa sorotan serius terhadap standar etika dan pengawasan dalam lingkungan medis di Indonesia. Kasus tersebut melibatkan Priguna Anugerah Pratama (PAP), seorang tenaga medis yang bekerja di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Menurut laporan, tersangka menggunakan obat bius yang disimpan secara ilegal untuk menjalankan aksinya.

Pada awalnya, kasus ini bermula ketika seorang pasien datang ke rumah sakit pada bulan Maret 2024 dan membutuhkan transfusi darah. PAP kemudian mendekati anak pasien dengan alasan teknis medis, yakni untuk proses cross match darah. Namun, berdasarkan keterangan Direktur Utama RSHS Bandung, Rachim Dinata Marsidi, modus operandi pelaku mencerminkan niat jahat yang direncanakan dengan cermat.

Rachim menyampaikan bahwa tindakan PAP tidak sesuai dengan prosedur umum di rumah sakit. Biasanya, pengambilan darah dilakukan melalui bank darah institusi sebelum meminta donor langsung dari keluarga. Namun, dalam kasus ini, korban dibujuk untuk memberikan darah tanpa melewati tahapan yang tepat. Selain itu, korban dibawa ke ruangan kosong yang sedang diperbaiki, tempat pelaku melaksanakan rencana jahatnya.

Dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Kesehatan, Rachim menjelaskan bahwa tersangka mengumpulkan sisa-sisa obat bius dari pasien lain untuk digunakan secara ilegal. Hal ini menunjukkan kurangnya pengawasan atas penggunaan zat-zat medis yang sensitif di fasilitas kesehatan tersebut.

Tindakan PAP tidak hanya melanggar kode etik profesi kedokteran tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap layanan kesehatan. Insiden ini menjadi peringatan penting bagi pihak-pihak terkait untuk meningkatkan sistem pengamanan dan pelatihan moral bagi tenaga medis.

Kasus ini menyoroti perlunya reformasi dalam pengawasan profesional serta perlindungan lebih baik bagi pasien dan keluarganya. Kejadian seperti ini harus menjadi momentum bagi seluruh stakeholder di sektor kesehatan untuk merefleksikan ulang praktik-praktik mereka demi mencegah ulah yang sama di masa depan. Langkah-langkah nyata perlu diambil agar kepercayaan masyarakat dapat dipulihkan sepenuhnya.