Peningkatan impor yang signifikan menyebabkan defisit perdagangan Amerika Serikat mencapai rekor tertinggi pada bulan Maret 2025. Lonjakan ini terjadi seiring persiapan pebisnis untuk menghadapi tarif baru, yang mempengaruhi kinerja ekonomi secara keseluruhan dan menyeret Produk Domestik Bruto ke wilayah negatif di awal tahun. Data resmi menunjukkan bahwa defisit perdagangan meningkat hampir 14% dibandingkan bulan sebelumnya.
Berbagai faktor berkontribusi pada situasi ini, termasuk penyesuaian tarif oleh pemerintah federal serta respons dari mitra dagang internasional. Meskipun ada prediksi pemulihan pada kuartal kedua, tantangan tetap menghantui dalam bentuk pengurangan ekspor dan dampak negatif dari kebijakan luar negeri.
Pada bulan Maret 2025, defisit perdagangan AS mencatat lonjakan drastis akibat aktivitas importir yang meningkat tajam menjelang penerapan aturan bea masuk baru. Kenaikan ini membawa dampak langsung pada pertumbuhan ekonomi nasional, dengan Produk Domestik Bruto (PDB) turun ke wilayah negatif untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir. Data dari Biro Analisis Ekonomi menunjukkan bahwa defisit melonjak lebih dari 13%, mencapai USD140,5 miliar.
Peningkatan impor barang-barang konsumen menjadi salah satu penyebab utama perluasan defisit. Para pebisnis bergegas mempercepat pengiriman produk sebelum tarif diberlakukan, sehingga menyebabkan lonjakan permintaan yang tidak biasa pada periode tersebut. Selain itu, kenaikan harga yang diantisipasi membuat banyak perusahaan memilih untuk melakukan stok barang lebih awal. Dengan demikian, aktivitas ekspor yang hanya naik tipis tidak cukup untuk menyeimbangkan defisit perdagangan yang semakin lebar. Situasi ini juga dipengaruhi oleh ketidakpastian global yang memperburuk kondisi pasar.
Tarif besar-besaran yang diperkenalkan oleh administrasi Trump telah memicu respons dari berbagai mitra dagang utama AS. Kebijakan ini termasuk kenaikan bea masuk signifikan untuk produk-produk asal China, yang menciptakan ketegangan dalam hubungan bilateral. Meskipun beberapa negara mendapatkan jeda sementara selama 90 hari, efek dari langkah-langkah proteksionis ini sudah mulai dirasakan secara luas.
Tarif timbal balik yang diberlakukan oleh mitra dagang seperti China telah memperparah ketegangan perdagangan. Selain itu, kebijakan imigrasi yang lebih ketat dan rencana geopolitik lainnya memperburuk citra AS sebagai tujuan wisata dan bisnis. Penurunan jumlah wisatawan dari Kanada dan negara-negara lain menjadi indikator kuat tentang dampak negatif dari pendekatan ini. Para analis memperingatkan bahwa meskipun ada harapan rebound pada kuartal kedua, potensi perlambatan ekspor akibat boikot internasional dapat menambah tekanan ekonomi dalam jangka panjang. Situasi ini menyoroti pentingnya keseimbangan antara kebijakan domestik dan hubungan internasional untuk menjaga stabilitas ekonomi global.