Dinamika nilai tukar rupiah mencerminkan respons pasar terhadap kondisi ekonomi domestik maupun internasional. Setelah pengumuman pertumbuhan ekonomi Triwulan I-2025 yang menunjukkan perlambatan, mata uang Indonesia tidak mengalami pergerakan signifikan terhadap dolar AS. Menurut catatan Refinitiv, pada hari Senin (5/5/2025), kurs rupiah berakhir di angka Rp16.430 per dolar AS, dengan stagnansi sebesar 0%. Faktor-faktor seperti ekspektasi pasar dan sentimen investor memainkan peran besar dalam menentukan arah mata uang ini.
Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) mengalami penurunan sebesar 0,2% hingga mencapai posisi 99,83 pada pukul 14:56 WIB. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan tutupan perdagangan sebelumnya yang berada di level 100,03. Perbedaan performa antara dua mata uang ini menciptakan situasi unik di mana rupiah tampak stabil meskipun adanya tekanan dari luar negeri.
Data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Triwulan I-2025 hanya mencapai 4,87% secara year-on-year (yoy). Angka ini sedikit lebih rendah dibandingkan proyeksi pasar yang mengharapkan capaian sebesar 4,94%. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menyampaikan temuan ini dalam sebuah konferensi pers yang diadakan pada Senin (5/5/2025).
Pertumbuhan ekonomi yang melambat ini juga tercermin dalam kontraksi sebesar 0,9% secara quarter-to-quarter (qtq) jika dibandingkan dengan kinerja triwulan sebelumnya. Fenomena ini menunjukkan perlunya evaluasi mendalam atas strategi ekonomi nasional untuk memastikan stabilitas jangka panjang.
Konsensus pasar yang dikumpulkan oleh tim riset CNBC Indonesia dari 14 institusi finansial memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 4,94% yoy. Namun, hasil akhir yang lebih rendah dari harapan tersebut dapat mempengaruhi kepercayaan investor domestik maupun asing. Investor cenderung mengamati ketelitian data statistik sebagai dasar pengambilan keputusan investasi mereka.
Stagnasi nilai tukar rupiah dalam konteks ini mungkin dipandang sebagai indikator ketahanan moneter Indonesia. Meskipun demikian, penting bagi pemerintah dan bank sentral untuk terus memantau perkembangan eksternal agar dapat merespons dengan cepat terhadap potensi volatilitas di pasar keuangan.
Di tengah dinamika global yang terus berkembang, Indonesia harus mempersiapkan strategi adaptif untuk menjaga stabilitas ekonomi. Perlambatan pertumbuhan ekonomi Triwulan I-2025 bukanlah isyarat negatif sepenuhnya; justru, ini adalah kesempatan bagi pihak terkait untuk melakukan evaluasi dan penyesuaian kebijakan. Salah satu langkah penting adalah meningkatkan daya saing produk lokal di pasar internasional.
Berbagai faktor seperti inflasi, suku bunga, serta hubungan dagang dengan mitra global dapat memengaruhi pergerakan rupiah di masa depan. Oleh karena itu, kolaborasi lintas sektor sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan ekonomi yang kondusif bagi semua pihak.