Dalam misi kemanusiaan internasional, seorang dokter spesialis asal Indonesia berbagi pengalaman luar biasa selama bertugas di wilayah konflik Gaza, Palestina. Dr. Prita Kusumaningsih, seorang ahli obgyn, terlibat dalam tim medis darurat yang dikirim oleh Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI). Selama masa tugasnya, Prita menyaksikan tantangan unik dalam bidang kesehatan reproduksi dan kebidanan di tengah situasi perang yang mengancam nyawa. Dari tingginya angka kelahiran hingga kasus persalinan prematur dan keguguran, cerita Prita menyoroti ketahanan masyarakat Gaza serta beban yang mereka tanggung.
Dr. Prita Kusumaningsih menjadi bagian dari Emergency Medical Team (EMT 2) yang ditempatkan di Gaza untuk memberikan bantuan medis kepada warga lokal. Selama masa penugasan tersebut, dia melihat fenomena menarik terkait tingkat kelahiran di wilayah tersebut. Menurut laporan dari rekan-rekan dokter setempat, jumlah kelahiran harian mencapai lebih dari dua puluh bayi, meskipun angka ini telah mengalami penurunan sejak gencatan senjata diberlakukan. "Sebelum gencatan senjata, jumlah kelahiran jauh lebih besar," tutur Prita dalam sebuah konferensi pers di Jakarta Timur beberapa waktu lalu.
Selain tingginya angka kelahiran, Prita juga mengamati adanya pola kelahiran prematur yang signifikan. Dalam satu kesempatan saja, ada tiga kasus persalinan prematur dengan kondisi bayi yang lahir dengan berat badan sangat rendah. Salah satu bayi yang dirawat di NICU memiliki berat hanya sekitar 1,2 kilogram. Situasi ini semakin memperkeruh prospek kesehatan anak-anak di Gaza, karena serangan militer dapat merusak fasilitas medis seperti inkubator yang vital bagi bayi prematur.
Kondisi ekstrem yang dialami ibu hamil di Gaza juga menjadi sorotan utama. Tingginya angka keguguran disebabkan oleh faktor-faktor fisik dan mental yang melelahkan. Para ibu harus berpindah-pindah tempat tinggal, hidup di tenda-tenda sederhana tanpa akses air bersih dan makanan cukup. Malnutrisi serta tekanan emosional akibat serangan bom dan kerugian keluarga membuat tubuh mereka rentan. Namun, di tengah semua kesulitan itu, rasa syukur tetap menjadi semangat utama mereka.
Pengalaman dr. Prita di Gaza mengungkapkan betapa kompleksnya tantangan kesehatan di wilayah konflik. Di satu sisi, tingginya angka kelahiran menjadi simbol harapan bagi generasi mendatang. Di sisi lain, kondisi medis yang terbatas serta tekanan mental yang luar biasa menciptakan lingkaran kesulitan yang sulit dipecahkan. Misi kemanusiaan seperti yang dilakukan oleh BSRI tidak hanya membawa bantuan medis, tetapi juga menjadi pengingat akan pentingnya perdamaian global demi keberlangsungan hidup manusia di segala penjuru dunia.