Sejak awal dekade ini, ketegangan perdagangan internasional telah menjadi salah satu faktor utama dalam perlambatan pertumbuhan ekonomi global. Organisasi Tenaga Kerja Internasional (OTKI) mencatat bahwa potensi risiko pekerjaan yang hilang meningkat tajam akibat kebijakan perdagangan yang tidak pasti.
Pada tahun-tahun mendatang, diperkirakan akan ada peningkatan jumlah lapangan kerja baru di seluruh dunia. Namun, OTKI juga menyoroti bahwa dari angka tersebut, sekitar 7 juta pekerjaan diproyeksikan akan hilang karena ketidakpastian ekonomi yang disebabkan oleh konflik dagang antarnegara. Salah satu alasan utama adalah adanya pengurangan permintaan pasar global yang secara langsung memengaruhi industri manufaktur dan perdagangan internasional.
Selain itu, ketegangan geopolitik yang terjadi antara negara-negara besar juga berdampak pada rantai pasok global. Misalnya, banyak perusahaan multinasional yang mengurangi operasional mereka di wilayah Asia-Pasifik sebagai respons terhadap tarif tinggi yang diberlakukan oleh mitra dagang Amerika Serikat. Hal ini menyebabkan ribuan pekerja di sektor-sektor seperti otomotif dan baja kehilangan pekerjaan mereka.
Ekonomi Amerika Serikat memiliki andil besar dalam memengaruhi stabilitas pasar tenaga kerja global. Lebih dari 84 juta pekerjaan di 71 negara bergantung pada permintaan konsumen AS. Ini menciptakan situasi di mana setiap kebijakan perdagangan yang diambil pemerintah AS dapat langsung mempengaruhi ratusan juta pekerja di seluruh dunia.
Di kawasan Asia-Pasifik, dampaknya lebih terasa karena lebih dari separuh pekerjaan yang terancam berada di wilayah ini. Negara-negara seperti Tiongkok, India, dan Vietnam mengalami penurunan signifikan dalam investasi asing langsung akibat ketidakpastian perdagangan. Selain itu, Kanada dan Meksiko juga merasakan dampak serupa, meskipun dalam skala yang lebih kecil.
Kebijakan proteksionisme yang diterapkan oleh beberapa negara besar, termasuk Amerika Serikat, telah menyuntikkan ketidakpastian ke dalam sistem ekonomi global. Tarif bea masuk yang dinaikkan untuk barang-barang impor tertentu, seperti mobil dan baja, membuat banyak perusahaan harus menyesuaikan strategi operasional mereka. Akibatnya, banyak perusahaan yang menunda rencana ekspansi atau bahkan melakukan pemutusan hubungan kerja.
Pengusaha di berbagai sektor industri melaporkan bahwa situasi ini membuat mereka lebih berhati-hati dalam merekrut pekerja baru. Selain itu, biaya produksi yang meningkat akibat tarif tinggi juga membebani margin laba perusahaan, sehingga mendorong mereka untuk mencari alternatif solusi seperti otomatisasi atau pemindahan fasilitas produksi ke negara lain.
Masa depan pasar tenaga kerja global sangat bergantung pada bagaimana ketegangan perdagangan ini diselesaikan. Jika ketegangan terus berlanjut tanpa upaya mediasi yang efektif, maka risiko pekerjaan yang hilang akan semakin besar. Para ahli memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi global dapat melambat hingga tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Gilbert Houngbo, Direktur Jenderal OTKI, menekankan pentingnya kolaborasi antarnegara untuk mengatasi tantangan ini. “Kita semua harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan perdagangan yang stabil dan adil bagi semua pihak,” katanya dalam sebuah pernyataan resmi. Kolaborasi ini diperlukan agar pasar tenaga kerja global tetap tangguh di tengah ketidakpastian ekonomi saat ini.