Hubungan dagang antara Amerika Serikat dan China memasuki babak baru setelah pemerintahan mantan Presiden Donald Trump secara resmi menerapkan tarif impor sebesar 104% terhadap produk-produk asal China pada pertengahan April 2025. Kebijakan ini tidak hanya mempengaruhi perdagangan barang tetapi juga merembet ke industri hiburan, khususnya film Hollywood. Dalam tanggapannya, Beijing menunjukkan sikap tegas dengan mengancam melarang masuknya film-film dari Hollywood ke pasar China, yang dikenal sebagai salah satu pasar terbesar bagi studio-studio besar AS. Situasi ini memunculkan ketidakpastian di sektor ekonomi global serta ancaman perlambatan industri perfilman internasional.
Situasi tegang antara kedua negara tersebut mencapai titik kritis saat pemerintah China menyatakan niatnya untuk "melawan sampai akhir" atas langkah-langkah proteksionis Washington. Para analis mengindikasikan bahwa larangan film Hollywood bukanlah sekadar strategi ekonomi, melainkan juga isu nasionalisme yang dimanfaatkan oleh pihak berkuasa di China. Stanley Rosen, seorang pakar hubungan AS-China, menjelaskan bahwa langkah ini memiliki konotasi politik yang kuat, di mana Beijing berupaya melemahkan dominasi budaya Barat di wilayahnya.
Berkaitan dengan hal ini, para pembuat film Hollywood mulai merasakan tekanan signifikan. Meskipun China belum sepenuhnya melarang semua film Hollywood, para ahli memprediksi akan ada penurunan drastis dalam distribusi serta promosi film-film barat di pasar China. Ini menjadi tantangan besar bagi studio-studio besar seperti MGM, Walt Disney Co., dan Warner Bros., yang telah lama memandang China sebagai sumber pendapatan utama mereka.
Seiring waktu, industri perfilman China berkembang pesat dengan meningkatkan produksi film-film lokal yang menarik secara budaya dan mendapatkan dukungan penuh dari Partai Komunis China. Film-film seperti "Ne Zha 2," yang sukses besar baik di pasar domestik maupun internasional, menunjukkan kemampuan industri lokal untuk bersaing dengan raksasa perfilman Hollywood. Di sisi lain, studio-studio AS harus beradaptasi dengan perubahan ini, termasuk melakukan modifikasi cerita dan elemen budaya agar sesuai dengan selera penonton China.
Di masa lalu, studi kasus seperti penghapusan karakter antagonis China dalam film "Red Dawn" oleh MGM atau kesuksesan "Avengers: Endgame" di box office China menunjukkan betapa pentingnya pasar Asia Timur bagi Hollywood. Namun, dengan meningkatnya ketegangan dagang dan kompetisi lokal, masa depan kolaborasi antara kedua industri perfilman ini tampak semakin suram.
Tegangan dagang AS-China tidak hanya memengaruhi sektor perdagangan barang tetapi juga menciptakan dampak jangka panjang pada industri hiburan global. Ancaman larangan film Hollywood di China menyoroti kompleksitas hubungan geopolitik serta persaingan ekonomi antara dua negara adidaya ini. Pada akhirnya, tantangan ini mendorong industri perfilman untuk mencari peluang baru di pasar internasional lainnya, sambil berusaha mempertahankan relevansinya di tengah dinamika geopolitik yang terus berubah.