Pada bulan Februari, transaksi kripto di Indonesia mengalami penurunan yang cukup signifikan. Dibandingkan dengan bulan sebelumnya, total nilai transaksi menurun hingga 25,6%, mencapai Rp 32,78 triliun dari Rp 44,07 triliun pada Januari. Menurut Hasan Fawzi, kepala eksekutif pengawas inovasi teknologi keuangan, fenomena ini dipengaruhi oleh dinamika global terkait aset kripto. Secara umum, meskipun Bitcoin tidak mengalami penurunan drastis seperti instrumen investasi lainnya, kondisi pasar secara keseluruhan cenderung lebih hati-hati.
Kendati demikian, minat terhadap aset kripto tetap kuat ditunjukkan melalui pertumbuhan jumlah konsumen. Data terbaru menunjukkan bahwa pengguna aktif aset kripto meningkat menjadi 23,31 juta orang pada akhir Februari, naik dari 22,92 juta pengguna sebelumnya. Ini menandakan bahwa meskipun ada penurunan dalam volume transaksi, animo masyarakat untuk bergabung dalam dunia kripto masih sangat tinggi. Hasan optimistis bahwa tren adopsi akan terus berkembang selama sisa tahun 2025, didorong oleh kelompok-kelompok baru yang mulai memasuki pasar.
Dalam perspektif yang lebih luas, perkembangan ini menunjukkan bahwa industri aset kripto di Indonesia sedang bergerak menuju stabilitas dan kedewasaan. Meskipun fluktuasi harga dan volume transaksi adalah bagian tak terpisahkan dari dunia investasi digital, semakin banyaknya individu yang tertarik pada kripto menunjukkan potensi besar bagi pertumbuhan ekonomi digital di masa depan. Oleh karena itu, para pelaku industri dan regulator harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang aman serta mendukung bagi investor baru maupun yang sudah ada, sehingga dapat mendorong transformasi digital secara berkelanjutan.