Pada akhir bulan Februari 2025, kondisi pasar keuangan di Republik Indonesia mengalami penurunan yang signifikan. Indeks harga saham gabungan merosot lebih dari 3% mencapai level 6.270, sementara mata uang Rupiah mencapai titik terendahnya sejak Krisis Moneter 1998 dengan nilai tukar mencapai Rp16.575 per Dolar AS. Direktur Panin Asset Management, Rudiyanto, menyoroti bahwa situasi ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk status Indonesia sebagai negara berkembang dan efisiensi anggaran yang mempengaruhi rencana pembangunan infrastruktur.
Dalam suasana musim semi yang semakin hangat, situasi ekonomi Indonesia mengalami guncangan serius. Pada tanggal 28 Maret 2025, indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Indonesia (BEI) anjlok hingga lebih dari 3%, mencapai level 6.270. Secara paralel, Rupiah melemah secara drastis hingga mencapai nilai tukar Rp16.575 per Dolar AS, level terendah sejak krisis moneter tahun 1998.
Direktur Panin Asset Management, Rudiyanto, menjelaskan bahwa tekanan ini tidak lepas dari realitas Indonesia sebagai negara berkembang yang masih membutuhkan pembangunan infrastruktur untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, sentimen efisiensi anggaran pemerintah yang juga mempengaruhi pengurangan rencana pembangunan infrastruktur dikhawatirkan akan berdampak pada laju pertumbuhan ekonomi nasional.
Di samping itu, pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara Indonesia) menjadi sorotan investor. Rudiyanto menekankan bahwa sumber dana untuk Danantara berasal dari pemangkasan anggaran infrastruktur, dan strategi pengelolaannya harus ditinjau dengan hati-hati agar tidak bernasib seperti skandal 1Malaysia Development Berhad (1MDB).
Berkenaan dengan hal tersebut, dialog antara Syarifah Rahma dan Rudiyanto dalam program Squawk Box, CNBC Indonesia, Senin, 03 Maret 2025, mendalam membahas sentimen-sentimen yang mempengaruhi tekanan di pasar keuangan Indonesia.
Sebagai penutup, situasi ini mengingatkan kita akan pentingnya stabilitas keuangan dan perlunya strategi yang matang dalam mengelola dana publik. Pembelajaran dari masa lalu harus menjadi pedoman bagi para pembuat kebijakan untuk memastikan bahwa langkah-langkah yang diambil dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan tanpa mengorbankan stabilitas jangka panjang.