Permasalahan kekerasan seksual terhadap wanita dalam lingkungan layanan kesehatan di Indonesia semakin menjadi sorotan. Berdasarkan analisis dari seorang akademisi internasional, Profesor Sharyn Davies dari Monash University, kasus ini tidak hanya disebabkan oleh faktor individu tetapi juga oleh sistem yang lemah dan budaya patriarki yang masih tertanam kuat. Dalam wawancaranya dengan CNBC Indonesia, dia menyoroti pentingnya pendekatan holistik yang melibatkan reformasi hukum, pelatihan tenaga medis, serta perlindungan bagi korban. Solusi ini bertujuan untuk menciptakan sistem yang lebih adil dan aman bagi pasien perempuan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Profesor Sharyn, ketimpangan kekuasaan dalam sistem kesehatan telah lama menjadi pemicu utama terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Banyak praktik buruk yang awalnya dianggap normal, seperti perlakuan diskriminatif atau kurangnya privasi bagi pasien, justru memperparah situasi. "Sistem pengaduan yang tidak efektif dan minimnya perlindungan hukum membuat para korban enggan melaporkan insiden," tuturnya.
Mengatasi masalah ini memerlukan langkah-langkah konkret yang melibatkan berbagai pihak. Salah satu solusi adalah memberikan pelatihan sensitivitas gender kepada seluruh tenaga medis. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang pentingnya persetujuan pasien dan menghormati hak-hak mereka. Selain itu, diperlukan juga mekanisme pengaduan yang transparan dan aman bagi korban untuk melaporkan insiden tanpa takut mendapat stigma sosial.
Pada tingkat internasional, beberapa negara telah menunjukkan contoh baik dalam menangani isu serupa. Swedia, misalnya, menerapkan regulasi ketat terkait hak pasien, termasuk akses mudah ke layanan Ombudsman. Di Kanada, pelatihan kekerasan berbasis gender telah dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan medis. Pendekatan ini dapat menjadi inspirasi bagi Indonesia untuk membangun standar baru dalam layanan kesehatan.
Media pun memiliki peran vital dalam menyuarakan permasalahan ini. Menurut Profesor Sharyn, pelaporan harus dilakukan secara etis dan berfokus pada narasi penyintas. Hal ini mencakup perlindungan identitas korban serta penekanan pada konteks sistemik yang menjadi penyebab utama kekerasan seksual.
Untuk menciptakan perubahan nyata, dibutuhkan kolaborasi antara pemerintah, institusi pendidikan, dan media. Dengan implementasi kebijakan yang tepat dan kesadaran yang lebih tinggi, harapannya adalah membentuk lingkungan layanan kesehatan yang bebas dari kekerasan dan memberikan rasa aman bagi semua pasien.