Pada awal perdagangan Senin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Jakarta mengalami penurunan signifikan seiring dengan ketegangan pasar global yang terus berkembang. IHSG membuka perdagangan di angka 6.495,85, turun sekitar 0,3% atau melemah hampir 20 poin dibandingkan penutupan sebelumnya. Aktivitas perdagangan mencatat volume transaksi Rp 673 miliar melibatkan lebih dari satu miliar saham dalam ratusan ribu transaksi. Meskipun ada indikasi rebound dari Wall Street minggu lalu, ketidakpastian ekonomi domestik dan internasional tetap menjadi ancaman besar bagi pelaku pasar.
Dalam latar belakang pekan ini, para analis memperkirakan akan ada banyak faktor yang dapat memengaruhi performa pasar keuangan Tanah Air. Salah satu tantangan utama adalah antisipasi dampak dari kebijakan moneter bank sentral di berbagai negara, termasuk Jepang, Amerika Serikat, Brasil, Inggris, Afrika Selatan, China, dan Rusia. Perhatian khusus tertuju pada The Federal Reserve (The Fed) AS yang akan mengumumkan keputusan suku bunga pada Kamis dini hari waktu Indonesia.
Di sisi lain, istilah "Trumpcession" mulai menjadi perbincangan hangat karena meningkatnya risiko resesi di Amerika Serikat. Data menunjukkan bahwa proyeksi resesi telah meningkat dari 30% menjadi 40%, dipicu oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi, penurunan keyakinan konsumen, serta lonjakan tingkat pengangguran. Lebih jauh lagi, kebijakan tarif Trump terhadap beberapa negara seperti Tiongkok dan Kanada juga memicu reaksi balasan, termasuk rencana Tiongkok untuk memberlakukan tarif baru senilai lebih dari US$ 2,6 miliar pada produk pertanian Kanada.
Di dalam negeri, Bank Indonesia (BI) juga akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Rabu, di mana ekspektasi umum memperkirakan BI akan mempertahankan suku bunga acuan di level 5,75%. Selain itu, data statistik utang luar negeri Indonesia (SULNI) dan neraca perdagangan bulanan akan dirilis oleh BPS, yang diperkirakan menunjukkan surplus perdagangan sebesar US$ 2,08 miliar untuk bulan Februari.
Sentimen tambahan berasal dari FTSE Russell yang melakukan rebalancing indeks global pada akhir pekan ini. Rebalancing ini diperkirakan akan mempengaruhi pergerakan beberapa saham yang masuk dan keluar dari indeks, termasuk PT Unilever Indonesia Tbk dan PT Hermina Tbk.
Dengan semua variabel ini, para pemain pasar harus bersiap menghadapi volatilitas yang meningkat di tengah ketidakpastian global dan lokal.
Sebagai seorang jurnalis, saya merasa bahwa situasi ini menunjukkan pentingnya diversifikasi portofolio dan manajemen risiko yang cermat bagi para investor. Pasar keuangan saat ini dipenuhi dengan tantangan yang kompleks, baik dari dalam maupun luar negeri. Oleh karena itu, investor perlu lebih bijaksana dalam membuat keputusan investasi, terutama dengan memperhatikan perkembangan kebijakan moneter dan geopolitik yang dapat memengaruhi stabilitas pasar secara keseluruhan. Melalui informasi yang tepat dan analisis mendalam, kita dapat menjaga posisi yang kuat di tengah turbulensi pasar global.