Berita
Kenaikan Harga Gas Ancam Sektor Industri dan Komersial di Indonesia
2025-03-29

Pelanggan gas dari sektor industri dan komersial yang bukan termasuk dalam kategori Pengguna Gas Bumi Tertentu (PGBT) menghadapi tantangan besar akibat kenaikan harga gas secara signifikan. Dari USD10,2 per MMBtu pada awal 2024, harga melonjak menjadi USD14,27 per MMBtu dan diperkirakan akan mencapai USD16,89 per MMBtu pada April 2025. Kebijakan pemerintah yang memprioritaskan pasokan gas untuk PGBT serta penurunan produksi domestik dari Blok Koridor membuat pelanggan non-PGBT bergantung pada LNG yang lebih mahal. Situasi ini berpotensi menaikkan biaya produksi hingga 30 persen di beberapa sektor industri, ancaman PHK massal, dan melemahkan daya saing ekspor nasional.

Lonjakan Harga Gas Mengancam Stabilitas Ekonomi Nasional

Dalam suasana ketegangan ekonomi yang semakin meningkat, para pengguna gas non-PGBT di Indonesia saat ini tengah dilanda kekhawatiran akibat lonjakan harga gas yang tidak terduga. Sejak permulaan tahun 2024, harga gas telah naik tajam hingga mencapai USD14,27 per MMBtu, dengan proyeksi lebih tinggi lagi pada April 2025 yaitu USD16,89 per MMBtu. Lonjakan ini disinyalir sebagai dampak dari ketidakseimbangan kebijakan energi pemerintah yang cenderung mendukung pelanggan PGBT.

Di sisi lain, produksi gas domestik dari Blok Koridor yang dikelola oleh Medco turun sekitar 15 persen sejak kuartal pertama tahun lalu. Hal ini mendorong pelanggan non-PGBT untuk bergantung pada LNG impor yang jauh lebih mahal. I Made Nugraha Jaya Wardana, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemasok Energi Mineral & Batubara Indonesia (Aspebindo), menyatakan bahwa situasi ini sangat tidak adil karena pelanggan non-PGBT harus menanggung beban kenaikan harga meskipun mereka bukan penyebab kelangkaan tersebut.

Situasi ini dapat membawa dampak serius bagi sektor industri seperti tekstil dan makanan, yang diprediksi akan mengalami kenaikan biaya produksi hingga 30 persen. Apabila tidak ada solusi cepat, kemungkinan besar akan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dan pelemahan daya saing produk ekspor Indonesia di pasar global.

Menyikapi kondisi ini, Aspebindo menyerukan kepada pemerintah untuk mengalihkan sebagian ekspor gas pipa ke Singapura guna memenuhi kebutuhan domestik. Langkah ini diyakini dapat menjaga stabilitas pasokan gas, mengontrol biaya energi, serta memastikan operasi industri tetap berjalan lancar. Selain itu, organisasi ini juga mendesak agar kebijakan energi nasional dirancang secara lebih adil dengan prioritas pasokan gas untuk industri lokal sebelum dialokasikan untuk tujuan ekspor.

Sebagai seorang jurnalis, saya merasa bahwa kenaikan harga gas ini adalah isyarat penting bagi pemerintah untuk merevisi strategi manajemen energi. Prioritas harus diberikan pada kebutuhan domestik demi menjaga pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan tenaga kerja. Solusi yang tepat waktu dan efektif sangat diperlukan untuk mencegah krisis lebih lanjut di sektor industri dan komersial.

More Stories
see more