Pada tahun 1990, dunia dihebohkan oleh kisah seorang tukang becak bernama Sayat yang mendadak menjadi miliarder. Dengan memenangkan undian Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah (SDSB), Sayat berhasil mengubah hidupnya secara drastis. Program SDSB ini merupakan inisiatif pemerintah untuk mengumpulkan dana pembangunan melalui penjualan kupon undian dengan hadiah uang tunai yang sangat besar. Meskipun program ini telah dihentikan pada tahun 1993, cerita keberuntungan Sayat tetap menjadi inspirasi bagi banyak orang hingga saat ini.
Pada masa itu, SDSB bukanlah hal yang asing bagi masyarakat Indonesia. Pemerintah menyelenggarakan program ini sebagai bentuk penggalangan dana sosial yang memberikan kesempatan kepada rakyat untuk memenangkan hadiah fantastis. Kupon undian yang dijual mulai dari Rp 1.000 hingga puluhan ribu rupiah menjadi harapan bagi mereka yang ingin merubah nasib. Namun, peluang menang sangat tipis, membuat banyak peserta hanya berharap tanpa hasil nyata. Bagi Sayat, seorang tukang becak sederhana, mimpi tersebut menjadi kenyataan ketika ia mendengarkan pengumuman pemenang di radio malam hari.
Keajaiban terjadi pada Rabu, 9 Mei 1990, tepat pukul 23.30, saat Sayat menyalakan radio dan mendengar angka-angka yang sesuai dengan nomor kupon miliknya. Ia langsung tersadar bahwa impian bertahun-tahun akhirnya terwujud. Tangisan bahagia pun pecah dari sang istri, sementara Sayat keluar rumahnya yang berdinding bambu untuk sujud syukur di halaman. Ini adalah momen yang tak terlupakan dalam hidupnya.
Pada hari berikutnya, berita tentang kemenangan Sayat menyebar luas di kota Magelang. Seluruh warga terkejut mengetahui bahwa seorang tukang becak biasa dapat memperoleh Rp 1 miliar dalam semalam. Jumlah tersebut pada saat itu setara dengan harga belasan rumah di kawasan elit Pondok Indah, Jakarta, atau lebih dari 50 kilogram emas. Menghitung dengan nilai emas saat ini, jumlah tersebut bisa mencapai Rp 50 miliar.
Sayat tidak memilih untuk menyia-nyiakan rejeki besar tersebut. Ia memiliki rencana matang untuk menggunakan uang tersebut dengan bijak. Setengah dari hadiah akan disimpan dalam deposito, sedangkan sisanya digunakan untuk membeli rumah dan memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anaknya. Lebih dari itu, ia juga berencana untuk meninggalkan kegiatan SDSB karena sudah merasa cukup beruntung. Fokus utamanya kemudian bergeser ke ibadah, pembangunan masjid, serta menjaga ketenangan bersama anak-cucunya.
Meskipun kisah Sayat menjadi legenda, program SDSB tidak lagi relevan di era modern. Pemerintah resmi menghentikan program ini pada tahun 1993 karena dinilai mirip dengan perjudian yang ilegal di Indonesia. Saat ini, jalan menuju kekayaan lebih ditekankan pada kerja keras, pengaturan keuangan yang baik, tabungan, serta investasi yang cerdas.