Sebuah kontroversi besar melibatkan proyek properti raksasa di Indonesia kembali mencuat ke permukaan. PT Bank Nationalnobu Tbk (NOBU), yang merupakan salah satu bank penyedia pembiayaan bagi pembeli unit di megaproyek Meikarta, kini menjadi sorotan. Banyak pembeli yang tetap harus melanjutkan cicilan meskipun belum menerima unit mereka. Situasi ini menimbulkan pertanyaan serius terkait prinsip kehati-hatian yang diterapkan oleh Bank Nobu dalam proses pemberian kredit.
Pada hari Rabu (6/5/2025), Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, memberikan pernyataan terkait isu ini. Ia menjelaskan bahwa nasabah memiliki hak untuk mengajukan restrukturisasi kredit sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Namun, keputusan akhir tetap berada di tangan bank sebagai bagian dari kebijakan bisnisnya.
Dalam situasi ini, Dian menegaskan pentingnya transparansi informasi dari para debitur serta itikad baik untuk memenuhi kewajiban awal yang disepakati dalam dokumen kredit. OJK juga menekankan kepada semua bank agar selalu memperhatikan manajemen risiko dan prinsip kehati-hatian saat melakukan penilaian atas setiap proyek pembiayaan.
Bank Nobu, seperti yang disebutkan oleh Dian, adalah salah satu lembaga keuangan yang bekerja sama dalam menyediakan pembiayaan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) untuk konsumen Meikarta. Meski demikian, jumlah total pembiayaan yang diberikan oleh Bank Nobu relatif kecil dan cenderung menurun setiap tahunnya. Hal ini membuat kinerja keseluruhan bank masih dapat dipertahankan pada level yang baik.
Saat ini, pengembangan Apartemen Meikarta tetap berlangsung, dengan PT MSU sebagai pengembang utama yang bertanggung jawab atas pelaksanaan tahapan pembangunan sesuai dengan tenggat waktu yang telah ditentukan melalui putusan homologasi Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Di sisi lain, OJK terus memantau perkembangan situasi ini dan memastikan bahwa semua pihak yang terlibat—baik bank maupun konsumen—mematuhi aturan serta komitmen yang telah disepakati.
Dari sudut pandang jurnalis, kasus ini menunjukkan betapa pentingnya kolaborasi antara pengembang, lembaga keuangan, dan regulator dalam menjaga stabilitas pasar properti. Ini juga menjadi pelajaran bagi calon pembeli properti untuk lebih bijak dalam memilih proyek serta memahami sepenuhnya ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam perjanjian kredit. Selain itu, perlunya transparansi dan komunikasi efektif antara semua pihak sangatlah krusial guna mencegah munculnya masalah serupa di masa mendatang.