Dalam era modernisasi, ancaman premanisme tidak lagi datang dari individu semata. Namun, kelompok-kelompok yang mengatasnamakan diri sebagai ormas kini juga turut memperkeruh suasana. Praktik intimidasi, pemerasan, hingga penyegelan terhadap proyek pembangunan nasional adalah bukti nyata bahwa tindakan mereka harus diatasi secara serius dan sistematis.
Munculnya fenomena ormas bermasalah bukanlah perkara baru dalam sejarah Indonesia. Sejak beberapa dekade lalu, kasus-kasus seperti penggangguan investasi, konflik tanah, hingga kerusuhan sosial sering kali melibatkan oknum-oknum dari kelompok tertentu. Hal ini menunjukkan betapa mendalam akarnya masalah ini sudah meresap ke dalam struktur sosial masyarakat.
Tidak hanya itu, ormas bermasalah ini juga cenderung beroperasi di luar koridor hukum. Mereka sering kali memanfaatkan ketidaksadaran publik untuk menjustifikasi tindakan-tindakan ilegal yang dilakukan. Akibatnya, rasa aman dan nyaman masyarakat terancam, serta iklim investasi menjadi tidak kondusif.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat memberikan dasar hukum yang kuat bagi pemerintah untuk bertindak tegas terhadap ormas-ormas yang menyimpang dari tujuannya. Salah satu butir penting dalam undang-undang tersebut adalah penekanan pada fungsi sosial ormas, yaitu meningkatkan partisipasi masyarakat, menjaga nilai-nilai agama, serta melestarikan budaya bangsa.
Sayangnya, banyak ormas yang malah bergerak ke arah yang bertentangan dengan prinsip-prinsip tersebut. Alih-alih menjadi penggerak positif dalam masyarakat, mereka menjadi aktor negatif yang merugikan banyak pihak. Oleh karena itu, pemerintah memiliki kewajiban moral dan hukum untuk menertibkan situasi ini demi menjaga stabilitas nasional.
Kehadiran ormas bermasalah tidak hanya berdampak pada aspek hukum tetapi juga menyebabkan kerugian signifikan di bidang ekonomi dan sosial. Investasi asing maupun domestik dapat terhambat jika kondisi keamanan tidak terjamin. Selain itu, konflik-konflik yang ditimbulkan oleh kelompok-kelompok ini sering kali menimbulkan polarisasi sosial yang sulit diatasi.
Upaya pemberantasan ormas bermasalah perlu didukung oleh semua elemen masyarakat. Kolaborasi antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat sipil akan menjadi kunci sukses dalam menciptakan lingkungan yang lebih aman dan produktif. Melalui pendekatan holistik ini, harapan besar akan terciptanya tatanan sosial yang lebih adil dan damai.
Selain tindakan konkret dari pemerintah, kesadaran publik juga sangat diperlukan dalam mengatasi masalah ini. Masyarakat perlu memahami bahwa ormas-ormas yang berbuat curang tidak hanya merugikan pihak-pihak tertentu tetapi juga membahayakan keberlangsungan negara secara keseluruhan. Oleh karena itu, edukasi dan informasi yang tepat sangat dibutuhkan agar masyarakat tidak mudah terpengaruh oleh narasi-narasi manipulatif dari kelompok-kelompok tersebut.
Indrajaya, anggota Komisi II DPR RI, menekankan bahwa langkah-langkah preventif dan represif harus dilakukan secara bersamaan. Pendidikan karakter kepada generasi muda serta penegakan hukum yang konsisten adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan dalam proses ini. Dengan begitu, masa depan bangsa akan menjadi lebih cerah tanpa bayang-bayang ancaman premanisme yang menyamar sebagai ormas.