Masjid Nurul Huda di Desa Cangaan, Kecamatan Kanor, Kabupaten Bojonegoro, dikenal sebagai masjid tertua di wilayah tersebut. Didirikan pada tahun 1775 Masehi oleh Ki Ageng Wiroyudo, seorang tokoh Kesultanan Mataram yang melarikan diri dari pengejaran Belanda, masjid ini menjadi saksi penting perkembangan agama Islam di daerah itu. Meskipun tampak modern dengan struktur batu bata dan tembok putih, jejak sejarahnya masih terlihat dari beberapa elemen bangunan, seperti pintu kayu jati kuno dengan tulisan Arab dan aksara Jawa.
Berdiri megah di tepi Sungai Bengawan Solo, Masjid Nurul Huda telah menjadi simbol keberagaman budaya dan agama di Kabupaten Bojonegoro selama ratusan tahun. Dalam perjalanan sejarahnya, masjid ini dibangun oleh Ki Ageng Wiroyudo, seorang komandan Kesultanan Mataram yang mencari perlindungan di hutan belantara tepi sungai setelah melarikan diri dari konflik politik di tanah kelahirannya.
Di masa lalu, lokasi masjid ini berada langsung di pinggir Sungai Bengawan Solo, yang pada saat itu merupakan jalur perdagangan utama. Namun, seiring perkembangan zaman, pemukiman dan infrastruktur baru memisahkan masjid dari tepi sungai, sehingga kini jarak antara keduanya sekitar seratus meter. Meski begitu, arsitektur modern masjid ini tidak menyembunyikan nilai historisnya. Pintu kayu jati tua dengan ornamen tulisan Arab dan aksara Jawa, serta empat pilar utama di ruang ibadah, menjadi bukti nyata bahwa Masjid Nurul Huda adalah warisan berharga dari abad ke-18.
Dengan luas bangunan inti 15×15 meter, masjid ini menawarkan suasana yang tenang bagi para jemaah. Area masjid disambut oleh gapura putih dengan pagar hijau, menciptakan kesan harmoni antara tradisi dan modernitas.
Sebagai salah satu monumen sejarah penting di Bojonegoro, Masjid Nurul Huda menghubungkan generasi sekarang dengan masa lalu. Bangunan ini juga mencerminkan adaptasi budaya lokal terhadap pengaruh asing, baik dalam hal arsitektur maupun spiritualitas.
Dari perspektif seorang jurnalis atau pembaca, Masjid Nurul Huda mengajarkan kita tentang pentingnya menjaga warisan sejarah dan budaya. Bangunan ini bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga simbol ketahanan dan kebijaksanaan yang harus dilestarikan untuk generasi mendatang. Melalui cerita sejarahnya, kita dipertemukan dengan nilai-nilai toleransi, kerja keras, dan semangat kebersamaan yang menjadi fondasi masyarakat Bojonegoro hari ini.