Dalam sejarah pencarian harta karun Indonesia, kisah Mat Sam dari Kampung Cempaka, Kalimantan Selatan, menonjol sebagai salah satu ironi terbesar. Pada tahun 1965, ia dan timnya berhasil menemukan sebuah intan langka berukuran besar yang bernilai fantastis. Namun, jauh dari membawa kekayaan bagi sang penemu, cerita ini malah menjadi simbol ketidakadilan dalam pengelolaan sumber daya alam nasional. Meskipun batu mulia itu dinilai mencapai Rp15 triliun dengan standar harga emas modern, Mat Sam tidak pernah menerima manfaat langsung dari penemuannya. Sebagai gantinya, ia hanya diberikan janji-janji kosong yang tak kunjung terealisasi.
Pada pertengahan abad ke-20, tepatnya pada tahun 1965, Mat Sam dan rekan-rekannya sedang melakukan aktivitas penambangan tradisional di daerah Kalimantan Selatan. Saat itulah mereka menemukan sebuah intan raksasa yang memiliki warna biru kemerahan serta ukuran luar biasa, yaitu seberat 166,75 karat. Penemuan tersebut langsung menarik perhatian luas karena nilainya yang setara dengan 15 juta gram emas pada masa itu. Media massa seperti Harian Pikiran Rakjat bahkan membandingkan batu tersebut dengan Koh-i-Noor, berlian ikonik milik Kerajaan Inggris.
Begitu kabar tentang penemuan tersebut tersebar, pihak otoritas Kabupaten Banjar mengambil alih intan tersebut untuk diserahkan kepada Presiden Soekarno. Alasan yang diberikan adalah bahwa harta tersebut akan digunakan untuk mendukung pembangunan di wilayah Kalimantan Selatan dan pengembangan teknologi pertambangan. Sebagai bentuk penghargaan, Mat Sam dan teman-temannya dijanjikan perjalanan ibadah haji gratis. Namun, janji ini ternyata tidak lebih dari sekadar retorika politik.
Beberapa tahun kemudian, kondisi Mat Sam dan rekan-rekannya tetap tidak mengalami perubahan signifikan. Laporan dari surat kabar Kompas pada tahun 1967 mengungkap bahwa kelima pencari intan tersebut masih hidup dalam kemiskinan, tanpa kompensasi nyata atas kontribusi mereka. Upaya mereka untuk memperjuangkan keadilan pun tampaknya tidak berhasil menghasilkan hasil konkret. Sampai saat ini, catatan lanjutan tentang apakah mereka akhirnya menerima hak atau penghargaan yang dijanjikan masih sulit ditemukan.
Kisah Mat Sam menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya transparansi dan keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam. Ia menggambarkan bagaimana potensi ekonomi besar sering kali tidak dirasakan oleh mereka yang paling berkontribusi dalam penemuannya. Dengan meninggalkan jejak sejarah yang menyedihkan, kasus ini juga menunjukkan betapa kompleksnya hubungan antara kekayaan alam dan kesejahteraan masyarakat lokal.