Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan signifikan pada perdagangan Kamis lalu. Meskipun sempat mendekati angka psikologis 7.000, IHSG ditutup di posisi yang lebih rendah akibat tekanan jual dari investor asing. Transaksi hari itu mencatat nilai besar dengan distribusi saham yang meluas. Investor asing tercatat melakukan aksi jual bersih di berbagai sektor, terutama pada saham-saham bank dan perusahaan telekomunikasi.
Pada sesi tersebut, sejumlah emiten menjadi sasaran utama aktivitas jual asing. Sebut saja BMRI, BBRI, serta BBNI yang menjadi kontributor utama penurunan indeks. Selain itu, sektor lain seperti TLKM dan ASII juga turut dirundung sentimen negatif. Penurunan ini menunjukkan bahwa kekhawatiran global dan sentimen pasar mempengaruhi arus modal asing di Indonesia.
Pada Kamis lalu, bursa saham tanah air mencatat performa yang melemah setelah sebelumnya sempat naik ke level tinggi. IHSG yang awalnya mendekati angka 7.000 harus rela tertahan di posisi lebih rendah akibat dominasi aktivitas jual. Nilai transaksi mencapai Rp14,86 triliun, melibatkan miliaran saham dalam ribuan transaksi harian. Data menunjukkan mayoritas saham mengalami pelemahan, dengan hanya sedikit penguatan yang terjadi.
Kejatuhan IHSG kali ini dipicu oleh kombinasi faktor domestik dan internasional. Dari sisi domestik, ketidakpastian ekonomi memberikan dampak buruk bagi investor lokal maupun asing. Sementara itu, kondisi global yang kurang stabil semakin memperburuk situasi. Para pelaku pasar mencatat adanya penurunan permintaan terhadap sejumlah saham unggulan, khususnya di sektor perbankan dan telekomunikasi. Hal ini tercermin dari data aktivitas jual bersih asing yang cukup besar di berbagai emiten.
Berbagai emiten tercatat sebagai target utama penjualan oleh investor asing selama sesi tersebut. Bank-bank besar seperti Mandiri, BRI, dan BNI menjadi sorotan karena jumlah jual yang signifikan. Ketiganya mencatatkan total penjualan hingga ratusan miliar rupiah. Selain sektor perbankan, Telkom Indonesia dan Astra International juga ikut merasakan dampak serupa. Sentimen negatif ini menyebar ke berbagai industri, termasuk tambang dan infrastruktur.
Lebih lanjut, aktivitas jual bersih asing tidak hanya terbatas pada saham-saham besar. Beberapa perusahaan di bidang sumber daya alam seperti Merdeka Copper Gold dan Alamtri Resources Indonesia juga menjadi korban. Faktor-faktor seperti ketidakpastian harga komoditas global dan perlambatan ekonomi nasional memperparah kondisi pasar. Dalam konteks ini, investor asing tampaknya lebih memilih untuk menarik dana mereka daripada tetap berinvestasi di pasar modal Indonesia. Fenomena ini menunjukkan betapa sensitifnya pasar terhadap perubahan sentimen global dan domestik.