Pasar
Raja-Raja Penagih Utang di Indonesia: Kisah Legenda Debt Collector
2025-05-08

Di Indonesia, profesi debt collector atau penagih utang sering kali dikaitkan dengan kekerasan dan ketakutan. Nama-nama seperti John Kei, Hercules, dan Basri Sangaji menjadi simbol dari dunia gelap penagihan utang di era 1990-an. Mereka awalnya adalah preman yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia Timur, tetapi perlahan membangun kerajaan bisnis mereka melalui penagihan utang, makelar tanah, hingga menjaga kepemilikan lahan di Jakarta. Dengan reputasi mereka sebagai tokoh kharismatik, ketiganya berhasil menciptakan jaringan bisnis besar meskipun sering kali terlibat dalam konflik yang menewaskan banyak orang.

Mulai dari Preman hingga Menjadi Raja Debt Collector

Pada masa orde baru, sosok seperti John Kei, Hercules, dan Basri Sangaji muncul sebagai figur dominan di dunia preman Jakarta. John Kei, yang berasal dari Pulau Kei, tiba di Jakarta pada tahun 1992 untuk menghindari ancaman penjara akibat kasus-kasus di Maluku dan Surabaya. Di ibu kota, ia membentuk kelompok yang dikenal kuat dan sangat disegani oleh pendatang dari Ambon.

Hercules, seorang mantan Tenaga Bantuan Operasi (TBO) Kopassus dari Timor, datang ke Jakarta karena hubungan eratnya dengan militer. Ia dikenal sebagai preman ternama yang selalu membawa senjata tajam dan memiliki pengaruh besar dalam menjaga "ketertiban" wilayah tertentu. Sementara itu, Basri Sangaji, asli Pulau Haruku, merantau ke Jakarta hanya untuk mencari nasib. Kelompoknya menjadi tempat berkumpulnya para pendatang dari Maluku.

Ketiga tokoh ini tidak hanya berperan sebagai preman biasa, tetapi juga memanfaatkan situasi ekonomi negara yang sedang lesu. Krisis moneter tahun 1997-1998 membuat banyak bank pailit, meninggalkan utang macet yang kemudian ditangani oleh para debt collector. Selain itu, mereka juga digunakan untuk menjaga tanah di Jakarta, yang saat itu masih semrawut dengan banyak kepemilikan ganda.

Berkat jasa mereka, anggota kelompok mulai bergeser fokus dari menjadi preman ke profesi debt collector dan makelar tanah. Nama mereka menjadi legendaris, meskipun sering kali bersaing untuk memperebutkan wilayah kekuasaan. Konflik antar-geng sering terjadi, termasuk perkelahian antara Geng Hercules dan Basri Sangaji pada tahun 2002, bahkan menyebabkan Hercules didakwa pembunuhan Basri.

Dari perspektif seorang jurnalis, kisah raja-raja debt collector ini memberikan pelajaran penting tentang bagaimana kekosongan regulasi dan ketidakadilan sosial dapat menciptakan peluang bagi individu untuk membangun jaringan bisnis ilegal yang kuat. Namun, dampak negatifnya tak bisa diabaikan, yakni meninggalkan jejak kekerasan dan ketakutan di masyarakat. Saat ini, meskipun sosok-sosok seperti John Kei dan Hercules sudah tiada atau menjalani hidup sederhana, warisan mereka masih terasa dalam industri penagihan utang modern. Hal ini menggarisbawahi pentingnya reformasi sistemik agar praktik penagihan utang lebih transparan dan bebas dari kekerasan.

More Stories
see more