Pasar saham Tanah Air mengalami pelemahan signifikan akibat sentimen negatif dari pasar global serta spekulasi terkait kondisi domestik. Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menepis isu resesi yang menjadi perhatian investor. Menurutnya, inflasi masih rendah dan pertumbuhan ekonomi berjalan stabil sehingga tidak ada dasar untuk kekhawatiran tersebut. Namun, Wall Street yang anjlok akibat meningkatnya kemungkinan resesi di Amerika Serikat memicu penurunan tajam Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Selain itu, kebijakan fiskal pemerintah dan spekulasi soal revisi UU TNI juga turut mempengaruhi dinamika pasar modal nasional. Meski begitu, pihak otoritas menegaskan bahwa kondisi fiskal Indonesia tetap sehat.
Penurunan IHSG telah dimulai sejak minggu lalu, dengan Direktur Bursa Efek Indonesia (BEI), Iman Rachman, menyebut aksi wait and see dari para investor sebagai salah satu penyebabnya. Aksi jual besar-besaran oleh investor asing menjadi faktor utama dalam pelemahan ini. Dalam beberapa hari terakhir, nilai jual bersih mencapai triliunan rupiah, baik secara harian maupun bulanan.
Di sisi lain, bank investasi global Goldman Sachs menurunkan peringkat aset keuangan Indonesia. Penilaian tersebut didasarkan pada proyeksi risiko fiskal yang lebih tinggi akibat kebijakan pemerintah saat ini. Langkah ini memperburuk situasi pasar saham domestik, dengan rekomendasi saham Indonesia turun dari overweight menjadi market weight. Surat utang BUMN tenor panjang juga mengalami penyesuaian ke posisi netral, mengurangi daya tarik bagi investor global.
Keputusan Goldman Sachs ini diperkirakan semakin memperparah volatilitas pasar. Sejak awal tahun hingga enam bulan terakhir, catatan aksi jual asing mencapai puluhan triliun rupiah. Hal ini menunjukkan adanya tekanan kuat dari arus modal asing keluar dari pasar saham Indonesia.
Kondisi pasar saham Indonesia kini dipengaruhi oleh gabungan faktor eksternal dan internal. Meskipun ketegangan global tampak menjadi pemicu utama, kebijakan domestik seperti revisi UU TNI juga menambah keraguan investor. Pernyataan Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi yang membantah dampak negatif dari revisi tersebut belum sepenuhnya meredakan kekhawatiran pasar. Di tengah ketidakpastian ini, para pemangku kepentingan diharapkan dapat memberikan langkah konkret untuk memulihkan kepercayaan investor.