Prajogo Pangestu, salah satu konglomerat petrokimia terkemuka di Indonesia, mengalami penurunan signifikan dalam peringkat kekayaannya pada pertengahan Maret 2025. Menurut data dari Forbes Real Time Billionaire, harta Prajogo turun sebesar US$39,8 miliar atau setara dengan Rp653 triliun hanya dalam waktu satu bulan. Pada awal tahun, Prajogo sempat masuk ke dalam jajaran Super Billionaire versi The Wall Street Journal dan berada di posisi ke-24 dunia. Namun, saat ini ia harus puas menempati urutan keempat dalam daftar orang terkaya di Indonesia, setelah disalip oleh nama-nama seperti Low Tuck Kwong dan keluarga Hartono.
Pada akhir Februari 2025, Prajogo Pangestu dikenal sebagai salah satu tokoh bisnis paling berpengaruh di Indonesia, dengan total kekayaan mencapai US$55,4 miliar. Namun, tren positif itu mulai memudar karena pelemahan harga saham emiten-emiten yang dimiliki oleh Grup Barito miliknya. Dalam beberapa minggu saja, nilai harta Prajogo menyusut drastis hingga US$39,8 miliar, sehingga kini ia hanya memiliki aset senilai US$14,6 miliar.
Situação ini terjadi di tengah performa buruk saham-saham seperti BREN dan TPIA yang anjlok masing-masing -9,17% dan -11,65%. Emiten lainnya seperti CUAN dan PTRO juga turun lebih dari 10%, sementara holding utama Grup Barito, BRPT, melemah lebih dari 5%. Penurunan tajam ini tidak hanya memengaruhi posisi Prajogo dalam deretan miliarder dunia, tetapi juga menunjukkan betapa rentannya pasar modal terhadap volatilitas ekonomi global.
Di antara para pesaingnya, Low Tuck Kwong, pemilik tambang PT Bayan Resources Tbk (BYAN), berhasil menduduki tahta sebagai orang terkaya di Indonesia dengan kekayaan bersih US$27,8 miliar. Sementara itu, duo Hartono dari grup Djarum, yaitu Budi dan Michael Hartono, bertengger di posisi kedua dan ketiga dengan harta masing-masing US$21,2 miliar dan US$20,4 miliar.
Dari perspektif seorang jurnalis, fenomena ini memberikan pelajaran penting tentang dinamika pasar modal dan bagaimana kekayaan individu dapat sangat bergantung pada performa saham yang mereka miliki. Kasus Prajogo Pangestu menunjukkan bahwa bahkan individu terkaya pun tidak luput dari dampak perubahan ekonomi global dan volatilitas pasar lokal. Bagi pembaca, cerita ini menjadi pengingat akan pentingnya diversifikasi investasi serta manajemen risiko yang cermat dalam menjaga stabilitas finansial.