Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan signifikan pada perdagangan hari Selasa. Kondisi ini memaksa Bursa Efek Indonesia untuk menerapkan trading halt karena anjlok lebih dari 5%. Meski sempat pulih di sesi II, IHSG masih menunjukkan koreksi sebesar 3,48%. Penyebab utama dari fenomena ini adalah kombinasi antara isu global dan aksi jual panik oleh investor asing serta dampak dari penurunan peringkat pasar saham Indonesia oleh beberapa lembaga keuangan global seperti Morgan Stanley dan Goldman Sachs.
Bursa Efek Indonesia melaporkan bahwa penurunan IHSG telah dimulai sejak pekan lalu, dengan dominasi aksi jual oleh investor asing. Faktor pendorong utama adalah ketidakpastian global yang membuat para investor berada dalam posisi wait and see. Selain itu, isu-isu domestik, termasuk spekulasi mundurnya Menteri Keuangan Sri Mulyani, juga memperburuk situasi.
Aksi jual masif yang terjadi mencerminkan adanya panic selling dari para investor. Para analis menyatakan bahwa faktor lain yang memengaruhi adalah isu mundurnya Menteri Keuangan. Selain itu, kondisi ini diperparah oleh penurunan peringkat pasar saham Indonesia oleh Morgan Stanley dan Goldman Sachs. Lembaga-lembaga tersebut khawatir akan prospek ekonomi Indonesia, terutama setelah kebijakan fiskal yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto dinilai meningkatkan risiko bagi investasi global.
Penurunan peringkat oleh Goldman Sachs dan Morgan Stanley menjadi salah satu penyebab utama lesunya pasar saham Indonesia. Goldman Sachs menurunkan rekomendasi saham RI dari overweight menjadi market weight, sementara rekomendasi atas surat utang BUMN tenor 10-20 tahun menjadi netral. Hal ini mengindikasikan kekhawatiran terhadap prospek ekonomi dan valuasi pasar saham Indonesia.
Keputusan ini memperparah aksi jual asing di bursa saham domestik. Dalam enam bulan terakhir, asing membukukan aksi jual bersih hingga Rp 57,8 triliun. Sejak awal tahun, nilai jual bersih mencapai Rp 24 triliun, yang mencerminkan ketidakpercayaan investor asing terhadap pasar modal Indonesia. Fenomena ini tidak hanya mempengaruhi harga saham, tetapi juga menunjukkan perlambatan minat investasi asing di negara kita. Situasi ini menuntut langkah-langkah strategis dari pemerintah untuk memulihkan kepercayaan investor secara global.