Pasar modal di Indonesia sedang menghadapi tantangan berat yang telah menurunkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) lebih dari 6%, menyentuh level 6.000-an pada hari Selasa. Kondisi ini disebabkan oleh kombinasi faktor-faktor seperti ketidakpercayaan investor, kebijakan global, serta dinamika domestik.
Secara global, kebijakan tarif impor yang diberlakukan oleh Donald Trump memengaruhi stabilitas pasar Indonesia. Di sisi lain, kebijakan pemerintah dalam negeri yang kurang mendukung pasar dan spekulasi terkait pengunduran diri Menteri Keuangan Sri Mulyani semakin memperburuk situasi. Para pelaku pasar merespons dengan melarikan investasi mereka.
Ketidakpastian ekonomi global telah menjadi salah satu penyebab utama penurunan drastis IHSG. Faktor eksternal, khususnya kebijakan perdagangan Amerika Serikat yang dipimpin oleh Donald Trump, menciptakan ketegangan di pasar modal Indonesia. Ini membuat para investor khawatir akan prospek jangka panjang.
Berbagai perubahan kebijakan internasional yang tidak stabil telah mempengaruhi pasar saham di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Situasi serupa pernah terjadi saat pandemi covid-19, di mana ketidakpastian mengakibatkan volatilitas tinggi. Pada kesempatan ini, tekanan global semakin diperparah oleh ketidakjelasan kebijakan domestik. Akibatnya, investor asing mulai menarik kembali modal mereka dari pasar Indonesia, sehingga menambah beban pada nilai IHSG.
Selain tekanan dari luar negeri, faktor domestik juga berkontribusi besar terhadap penurunan pasar modal Indonesia. Beberapa kebijakan pemerintah yang dianggap kurang pro-market telah menambah keraguan investor. Selain itu, rumor tentang kemungkinan mundurnya Menkeu Sri Mulyani turut memicu reaksi negatif dari pasar.
Ketika kebijakan pemerintah dianggap tidak mendukung pertumbuhan ekonomi atau perlindungan bagi pelaku pasar, hal tersebut dapat menimbulkan kecemasan. Rumor seputar pengunduran diri seorang tokoh sentral seperti Sri Mulyani hanya menambah kebingungan pasar. Investor, baik lokal maupun asing, cenderung mengambil langkah hati-hati dengan memindahkan modal mereka ke instrumen yang dianggap lebih aman. Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan publik terhadap kondisi ekonomi nasional sangatlah rapuh dalam situasi seperti ini.