Berita
AS Naikkan Tarif Impor, Ancaman bagi Industri Tekstil Indonesia
2025-04-04

Pemerintah Amerika Serikat (AS) baru-baru ini menerapkan tarif impor sebesar 32% terhadap produk-produk asal Indonesia. Kebijakan ini menurut Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) harus dihadapi dengan strategi yang cermat oleh pemerintah Indonesia. Ketua Umum API, Jemmy Kartiwa, menyatakan bahwa langkah ini dapat menjadi tantangan besar bagi industri dalam negeri, termasuk tekstil. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk memahami tujuan kebijakan AS agar tidak salah dalam merespons.

Tantangan Industri Tekstil Nasional Menghadapi Tarif Tinggi AS

Dalam sebuah konferensi pers virtual pada Jumat (4/4/2025), Jemmy Kartiwa menekankan perlunya pendekatan cerdas terhadap pengenaan tarif resiprokal oleh pemerintah Trump. Menurutnya, permintaan dari pemerintah AS harus dipahami dengan baik agar tujuan mendapatkan tarif lebih rendah tidak gagal dan justru merusak industri lokal. Ia juga menjelaskan bahwa tujuan utama AS dalam mengenakan tarif tinggi adalah untuk menekan defisit perdagangan mereka dengan berbagai negara, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia harus hati-hati dalam membuka peluang impor secara luas.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, menambahkan bahwa membuka lebar aturan impor atau melonggarkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) hanya akan memperburuk kondisi industri tekstil nasional. Tarif tinggi yang diberlakukan oleh AS tidak hanya ditujukan kepada Indonesia, tetapi juga kepada negara-negara pesaing lainnya. Hal ini bisa menyebabkan alih arah produk-produk tersebut ke pasar domestik Indonesia, yang berisiko membanjiri pasar dengan barang impor. Situasi ini dapat mempercepat pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor industri tekstil nasional.

Dari sudut pandang jurnalis, laporan ini memberikan gambaran bahwa respons pemerintah Indonesia terhadap kebijakan dagang AS harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Langkah yang salah dapat berdampak serius pada stabilitas ekonomi nasional, terutama pada industri yang telah banyak memberikan lapangan pekerjaan. Oleh karena itu, dialog diplomatik serta kebijakan perdagangan yang bijaksana sangat dibutuhkan untuk melindungi sektor industri dalam negeri tanpa mengabaikan kewajiban internasional.

More Stories
see more