Praktik tinggal bersama tanpa pernikahan resmi semakin berkembang di berbagai wilayah Indonesia, terutama di daerah perkotaan seperti Manado. Fenomena ini dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial dan ekonomi yang kompleks.

Tingginya biaya pernikahan menjadi salah satu alasan utama pasangan memilih untuk hidup bersama sebelum menikah secara sah. Penelitian tahun 2021 menunjukkan bahwa praktik ini lebih umum ditemukan di wilayah Indonesia Timur, khususnya di kalangan non-Muslim. Data survei penduduk menemukan bahwa sekitar 0,6% masyarakat Manado tinggal dalam hubungan tersebut, dengan persentase tertentu bahkan telah memiliki anak. Selain itu, kelompok usia muda, terutama mereka yang berpendidikan rendah atau bekerja informal, cenderung lebih sering mengadopsi gaya hidup ini. Beberapa faktor seperti kondisi keuangan yang terbatas, proses perceraian yang sulit, serta penerimaan sosial setempat turut memengaruhi keputusan mereka.

Meskipun fenomena ini memberikan fleksibilitas bagi pasangan, dampak negatifnya juga tidak dapat diabaikan. Perempuan dan anak-anak dari hubungan tersebut rentan terhadap ketidakpastian hukum dan perlindungan sosial. Tanpa regulasi formal, hak-hak finansial, warisan, dan keamanan masa depan mereka menjadi terancam. Selain itu, anak-anak yang lahir dari hubungan ini bisa menghadapi tantangan emosional dan sosial seiring pertumbuhan mereka. Di beberapa negara maju seperti Belanda dan Kanada, praktik ini telah mendapatkan pengakuan legal, namun di Asia termasuk Indonesia, masih banyak kendala akibat pengaruh budaya dan agama tradisional.

Pemahaman yang lebih baik tentang konsekuensi sosial dan hukum dari praktik ini penting untuk dilakukan. Masyarakat perlu didorong untuk mencari solusi yang melindungi hak semua pihak tanpa mengabaikan nilai-nilai moral dan etika yang ada. Dengan demikian, harmoni antara perkembangan zaman dan norma-norma sosial dapat tercapai demi menciptakan lingkungan yang lebih adil dan aman bagi semua individu yang terlibat.