Kinerja pasar minyak global mengalami penurunan signifikan akibat kebijakan produksi yang diambil oleh kelompok produsen utama. Pada awal pekan ini, harga minyak mentah Brent mencatat kerugian sebesar 3,4%, turun menjadi US$59,18 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) juga menunjukkan penurunan serupa hingga berada di posisi US$56,09 per barel. Penurunan ini dipicu oleh keputusan strategis aliansi OPEC+, yang mempercepat kenaikan produksi secara substansial.
Keputusan untuk meningkatkan pasokan menjadi faktor dominan dalam melemahnya harga energi. Dalam laporan terbaru, OPEC+ telah menyepakati rencana peningkatan produksi sebesar 411.000 barel per hari mulai bulan Juni. Ini merupakan bagian dari langkah besar untuk membanjiri pasar dengan tambahan total 960.000 barel per hari selama periode April hingga Juni 2025. Langkah ini dipersepsikan sebagai upaya untuk menjaga stabilitas pasar serta menyeimbangkan dinamika geopolitik regional, termasuk hubungan antara Arab Saudi dengan Amerika Serikat di tengah ketegangan perdagangan global.
Pasar komoditas kini menghadapi tantangan dua arah: oversupply yang semakin parah dan prospek permintaan yang suram. Ketegangan dagang antara AS dan China, yang kembali memanas karena ancaman tarif, memperburuk sentimen investor. Meskipun tekanan inflasi mungkin mereda bagi bank-bank sentral seperti Federal Reserve, risiko jangka panjang tetap ada. Dengan harga Brent kini berada di bawah ambang psikologis US$60 per barel, analis memperingatkan potensi lanjutan menuju level US$57 jika kondisi negatif terus berlanjut.
Pengelolaan suplai energi global harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan dampak negatif pada perekonomian dunia. Meskipun penyesuaian produksi dapat membantu menstabilkan harga, penting bagi para pemangku kepentingan untuk mempertimbangkan keseimbangan antara pasokan dan permintaan. Melalui kolaborasi internasional yang kuat, harapannya adalah menciptakan lingkungan pasar yang lebih stabil dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.