Pada perdagangan Sesi I hari Selasa, situasi pasar saham di Indonesia mengalami tekanan berat yang belum mereda. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat pelemahan signifikan sebesar 7,71%, menutup pada level 6.008. Paralel dengan itu, mata uang Rupiah juga terus melemah dan berhasil menembus angka Rp16.800 per Dolar AS. Kedua indikator ini mencerminkan tantangan ekonomi besar yang harus dihadapi oleh negara.
Pasar modal Indonesia menghadapi ketidakpastian yang sangat besar, seperti tercermin dari penurunan drastis IHSG pada sesi perdagangan awal. Pelemahan tersebut mencapai hampir delapan persen, yang merupakan salah satu penurunan paling signifikan dalam beberapa bulan terakhir. Hal ini mengindikasikan adanya kekhawatiran serius dari para investor terkait prospek ekonomi nasional.
Faktor-faktor yang memengaruhi pelemahan IHSG antara lain adalah ketegangan geopolitik global, fluktuasi harga komoditas, serta arus dana asing yang keluar dari pasar emerging market. Investor domestik maupun internasional tampaknya cenderung mengambil langkah konservatif untuk melindungi portofolio mereka dari risiko lebih lanjut. Keputusan ini telah menyebabkan volatilitas yang tinggi di pasar saham Indonesia, yang membuat banyak emiten mengalami penurunan nilai secara tajam.
Berbarengan dengan pelemahan IHSG, kurs Rupiah juga menunjukkan tren melemah yang signifikan. Pada perdagangan hari Selasa, Rupiah bahkan berhasil menembus level Rp16.800 per Dolar AS, yang menjadi rekor terbaru penurunan mata uang nasional. Situasi ini semakin memperparah kondisi ekonomi yang sudah tidak stabil.
Pelemahan Rupiah dipicu oleh berbagai faktor, termasuk perlambatan pertumbuhan ekonomi domestik, defisit neraca perdagangan, serta pengaruh kebijakan moneter dari bank sentral negara maju. Selain itu, permintaan Dollar AS yang meningkat akibat ketidakpastian global juga memberikan tekanan tambahan pada nilai tukar Rupiah. Jika tren ini terus berlanjut, dampaknya bisa dirasakan secara luas, mulai dari kenaikan harga impor hingga beban utang luar negeri yang semakin berat bagi pelaku usaha di Indonesia.