Di tengah tekanan dari pemimpin Barat dan Ukraina untuk mengimplementasikan gencatan senjata selama 30 hari, Rusia melalui Kremlin secara tegas menolak permintaan tersebut. Dalam pernyataannya, juru bicara Dmitry Peskov menyoroti bahwa Moskow telah mengumumkan gencatan senjata tiga hari sebelumnya namun tidak direspons oleh Kyiv. Sementara itu, Presiden Volodymyr Zelensky bersama para pemimpin internasional lainnya mendesak agar gencatan senjata tanpa syarat dimulai pada 12 Mei.
Dalam suasana tegang antara negara-negara besar, diskusi internasional berlangsung di ibu kota Ukraina, Kyiv. Pada pertemuan tingkat tinggi yang melibatkan para pemimpin Inggris, Prancis, Jerman, Polandia, serta partisipasi virtual dari lebih dari 30 negara, semua pihak menyepakati kebutuhan adanya gencatan senjata penuh selama 30 hari. Namun, reaksi keras datang dari Kremlin, yang menolak tawaran ini dengan alasan sebelumnya Rusia telah memberlakukan gencatan senjata tiga hari, tetapi Kyiv tidak merespons positif. Dmitry Peskov, juru bicara Kremlin, mempertanyakan ketiadaan kritik terhadap sikap Kyiv dalam hal ini.
Sementara itu, di Kyiv, Volodymyr Zelensky menekankan pentingnya implementasi gencatan senjata tanpa syarat. Ia juga mengingatkan bahwa jika Moskow tetap menolak usulan ini, sanksi ekonomi yang lebih kuat harus diberlakukan terhadap sektor energi dan perbankan Rusia.
Berlokasi di Moskow, Kremlin menjelaskan bahwa mereka sudah melakukan langkah damai dengan pengumuman singkat gencatan senjata sebelumnya, namun tidak ada tanggapan nyata dari pihak Ukraina. Situasi ini menciptakan polarisasi pendapat antara Rusia dan sekutu-sekutu Ukraina.
Di tengah musim semi yang mulai bergejolak, dialog internasional semakin intensif, namun masih belum ada kesepakatan konkret yang dapat diterima kedua belah pihak.
Dari perspektif jurnalistik, situasi ini menunjukkan betapa kompleksnya diplomasi internasional dalam menyelesaikan konflik modern. Meskipun ada banyak panggilan untuk perdamaian, hambatan politik dan ketidakpercayaan antarpihak membuat solusi sulit dicapai. Peristiwa ini menjadi pelajaran tentang pentingnya komunikasi transparan dan saling pengertian dalam menyelesaikan konflik global.