Pasar otomotif di Amerika Serikat sedang mengalami transformasi signifikan akibat kebijakan tarif yang dicanangkan oleh mantan Presiden Donald Trump. Dengan harga barang-barang mewah yang melambung tinggi, konsumen bergegas untuk membeli kendaraan sebelum kenaikan biaya penuh berlaku. Salah satu produsen mobil yang mendapatkan manfaat dari situasi ini adalah Mazda. Pada bulan April, perusahaan mencatatkan peningkatan penjualan hingga 21% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kendaraan andalan seperti CX-5, meskipun sudah tua modelnya, tetap menjadi favorit dengan lebih dari 12.000 unit terjual. Selain itu, model baru seperti CX-50 dan CX-90 juga menunjukkan performa impresif.
Situasi ekonomi saat itu mendorong banyak konsumen AS untuk membeli mobil seperti dalam suasana Hari Jumat Hitam. Mazda berhasil menjual total 37.660 kendaraan pada bulan tersebut, dengan peningkatan signifikan pada beberapa model utama mereka. Model CX-50 mencatat pertumbuhan penjualan hampir 50%, sementara CX-90 meningkat lebih dari 46%. Keberhasilan ini membawa Mazda meraih posisi kedua tertinggi dalam sejarah penjualan mereka di bulan April di pasar AS.
Dalam kondisi yang menantang ini, Mazda juga melaporkan permintaan kuat untuk kendaraan bekas bersertifikat. Hal ini menunjukkan bahwa pelanggan tidak hanya tertarik pada mobil baru tetapi juga mencari opsi yang lebih hemat. Penjualan kendaraan bekas naik hingga 9% pada bulan April, mencapai lebih dari 6.800 unit.
Secara keseluruhan, Mazda berhasil menunjukkan kinerja positif selama tahun tersebut, dengan total penjualan naik 12,8% menjadi lebih dari 147.000 unit. Namun, tantangan masih menanti di depan mata. Mengingat mayoritas kendaraan Mazda diimpor ke AS, dampak negatif dari tarif impor dapat mulai dirasakan jika situasi tidak kunjung membaik. Produsen asal Jepang ini termasuk dalam daftar tiga merek paling rentan terhadap perubahan tarif, setelah Jaguar Land Rover dan Volvo.
Meskipun Mazda telah mencatat pencapaian besar pada bulan April, masa depan mereka di pasar AS akan sangat bergantung pada perkembangan kebijakan perdagangan. Perusahaan harus siap menghadapi fluktuasi harga serta mencari strategi inovatif untuk mempertahankan daya saing di tengah ketidakpastian ekonomi global.