Peningkatan harga emas Logam Mulia Antam baru-baru ini telah memicu antusiasme masyarakat untuk berinvestasi dalam logam mulia ini. Fenomena antrian panjang untuk pembelian emas bukan hanya terjadi di ibu kota Jakarta, tetapi juga meluas ke wilayah lain seperti Bekasi. Pertanyaannya adalah, apakah fenomena ini merupakan respons dari rasa takut tertinggal atau FOMO (Fear of Missing Out), ataukah benar-benar didorong oleh niat investasi jangka panjang?
Berawal dari lonjakan harga emas yang signifikan, banyak individu di Indonesia mulai mempertimbangkan emas sebagai salah satu instrumen investasi yang menjanjikan. Di Jakarta dan sekitarnya, antusiasme ini tampak dari barisan panjang calon pembeli di gerai-gerai resmi penjualan emas. Menariknya, minat ini tidak hanya terbatas pada kelompok tertentu, tetapi mencakup berbagai kalangan masyarakat.
Beberapa analis menyebut bahwa ada dua faktor utama yang mempengaruhi perilaku konsumen saat ini. Pertama, adanya ekspektasi bahwa harga emas akan terus meningkat dalam beberapa bulan ke depan. Kedua, kesadaran masyarakat tentang pentingnya diversifikasi aset semakin tumbuh, terutama di kalangan milenial. Dengan situasi ekonomi global yang penuh ketidakpastian, emas dianggap sebagai pelari aman bagi para investor.
Dalam diskusi program Closing Bell CNBC Indonesia yang disiarkan Selasa (15/04/2025), Maria Katarina bersama Managing Editor CNBC Indonesia Ayyi Ahmad Hidayah dan Editor Wiji Nurhayat membahas lebih lanjut fenomena ini. Mereka menyoroti pentingnya pemahaman tentang motivasi dasar masyarakat dalam membeli emas serta bagaimana hal tersebut dapat memengaruhi pasar secara keseluruhan.
Fenomena ini menunjukkan bahwa meskipun dorongan FOMO bisa menjadi faktor awal, banyak orang mulai mempertimbangkan emas sebagai bentuk perlindungan nilai dalam jangka panjang. Oleh karena itu, edukasi mengenai investasi emas perlu ditingkatkan agar masyarakat dapat membuat keputusan yang lebih bijaksana.