Pulau kecil Diego Garcia di Samudra Hindia menjadi pusat perhatian sebagai pangkalan militer yang strategis bagi Amerika Serikat. Dalam skenario kemungkinan serangan terhadap fasilitas nuklir Iran, pulau ini menonjol sebagai lokasi peluncuran operasi militer. Selama beberapa dekade, pangkalan gabungan AS-Inggris ini telah memainkan peran penting dalam proyeksi kekuatan militer AS di wilayah tersebut. Baru-baru ini, pengumpulan pesawat pengebom B-2 di Diego Garcia menunjukkan eskalasi potensial dari rencana militer AS.
Di tengah pemandangan alam yang memesona di kepulauan Chagos, Diego Garcia merupakan sebuah pulau kecil namun memiliki signifikansi besar dalam strategi pertahanan global AS. Pulau ini berjarak sekitar 700 kilometer selatan Maladewa dan dikenal sebagai markas utama untuk misi-misi militer di kawasan Asia-Pasifik dan Timur Tengah.
Sejarah keberadaan AS di Diego Garcia dapat dilacak hingga era akhir Kekaisaran Inggris pada tahun 1960-an. Ketika Inggris menarik diri dari koloni-koloninya, mereka tetap ingin mempertahankan posisi strategis tertentu di peta dunia. Untuk itu, Mauritius diminta menjual Kepulauan Chagos dengan harga murah hanya 3 juta poundsterling. Sejak saat itu, Diego Garcia berkembang menjadi pangkalan militer gabungan AS-Inggris yang sangat kuat.
Pada awal pekan ini, konfirmasi resmi dari militer AS menyebutkan bahwa pesawat pengebom B-2 telah dikerahkan ke Diego Garcia. Informasi satelit menunjukkan adanya tiga pesawat pengebom B-2 di lokasi, dan jumlah tersebut meningkat menjadi lima pada hari Jumat (28/3/2025). Pesawat ini adalah model siluman modern yang mampu melakukan serangan presisi tanpa terdeteksi oleh sistem pertahanan udara lawan.
Diego Garcia telah digunakan dalam berbagai operasi militer masa lalu, termasuk Operasi Enduring Freedom di Afghanistan pada tahun 2001. Saat itu, pesawat pengebom B-1B Lancer meluncurkan serangan terhadap kamp pelatihan Al Qaeda dan instalasi militer Taliban. Penggunaan ulang pangkalan ini menunjukkan komitmen AS untuk mempertahankan dominasi militer di kawasan yang sensitif secara geopolitik.
Dari sudut pandang seorang jurnalis atau pembaca, berita ini memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana infrastruktur militer yang dibangun bertahun-tahun lalu masih relevan hingga kini. Diego Garcia bukan sekadar simbol kekuasaan militer, tetapi juga cerminan sejarah kolonialisme dan geopolitik global. Keberadaannya menggambarkan betapa strategisnya lokasi geografis dalam konteks keamanan internasional.
Bagi para pembuat kebijakan, pelajaran dari penggunaan Diego Garcia adalah pentingnya perencanaan jangka panjang dalam hal pertahanan nasional. Sementara itu, bagi masyarakat umum, berita ini menyoroti kompleksitas hubungan antarnegara dan dampaknya terhadap stabilitas regional serta global.