Dalam periode 28 Maret hingga 7 April 2025, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengumumkan pembatalan sementara kebijakan ganjil genap pada jalan-jalan utama ibu kota. Peniadaan ini dilakukan karena bertepatan dengan libur nasional dan cuti bersama terkait Hari Suci Nyepi serta Hari Raya Idulfitri 1446 Hijriah. Keputusan ini didasarkan pada beberapa aturan resmi, termasuk Surat Keputusan Bersama antara Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk tahun 2025, serta Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta No. 88 Tahun 2019 yang menegaskan bahwa sistem ganjil genap tidak berlaku pada hari Sabtu, Minggu, dan hari libur nasional.
Pada musim semi politik dan spiritual di Jakarta, Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta memutuskan untuk memberikan kelonggaran kepada pengguna jalan dengan meniadakan sementara penerapan sistem ganjil genap selama periode 28 Maret hingga 7 April 2025. Kebijakan ini dirancang sebagai bentuk penghormatan terhadap tradisi religius masyarakat Indonesia, seperti perayaan Nyepi dan Lebaran. Peniadaan ini juga sejalan dengan regulasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan daerah.
Menurut pernyataan resmi Dishub DKI melalui akun media sosialnya, meskipun kebijakan ganjil genap ditiadakan, para pengguna jalan tetap diimbau untuk menjaga keselamatan dan mematuhi rambu-rambu lalu lintas lainnya. Hal ini penting agar kondisi lalu lintas tetap terkendali, meskipun ada peningkatan jumlah kendaraan di jalan akibat libur panjang.
Dengan adanya pembatalan ini, diharapkan masyarakat dapat lebih fokus pada persiapan spiritual mereka tanpa terganggu oleh aturan lalu lintas yang biasanya ketat diterapkan. Namun, kerjasama dari semua pihak tetap menjadi kunci untuk menjaga kelancaran transportasi selama masa libur tersebut.
Keputusan ini menunjukkan bagaimana pemerintah mencoba menyeimbangkan antara efisiensi lalu lintas dan kebutuhan spiritual masyarakat. Sebagai warga negara yang baik, kita harus tetap sadar akan tanggung jawab individu dalam menjaga ketertiban umum, bahkan ketika aturan tertentu diberlakukan secara fleksibel.
Dari perspektif seorang jurnalis atau pembaca, langkah ini menginspirasi kita tentang pentingnya adaptasi dan empati dalam membuat kebijakan publik. Menghargai momen-momen penting budaya dan agama adalah salah satu cara untuk membangun harmoni sosial yang lebih kuat. Selain itu, imbauan untuk tetap menjaga keselamatan saat berkendara mengingatkan kita bahwa kebebasan bukan berarti kehilangan disiplin—melainkan menggunakan keleluasaan tersebut dengan bijak demi kebaikan bersama.